Pasuruan – Teka-teki lambannya proses penyidikan dugaan korupsi penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Bulusari Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan mulai terkuak. Disinyalir, ada oknum perangkat desa yang berusaha melobby penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan dengan memberikan imbalan puluhan juta agar menghentikan perkaranya.
Dugaan ini menguat setelah seorang saksi di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Surabaya, Hasan Yusuf Mayono mengaku diminta uang lobby perkara tersebut sebesar Rp 60 juta. Mantan kepala desa, Yudono dan mantan ketua BPD, Bambang Nuryanto didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,9 miliar karena melakukan penambangan liar di TKD selama kurun waktu 2013-2017.
“Pak Atim (kepala dusun) minta saya uang sebesar Rp 60 juta. Katanya untuk lobi perkara itu,” kata Mayono yang juga Kepala Dusun Jurang Pelen I, menjawab pertanyaan penasehat hukum terdakwa kasus TKD Bulusari.
Namun Moh Atim yang juga dihadirkan sebagai saksi, membantah tudingan tersebut. Ia mengaku tidak pernah meminta uang kepada perangkat desa untuk kepentingan lobby perkara tersebut. “Tidak pernah, saya tidak pernah meminta sejumlah uang kepada perangkat desa,” jawab Moh Atim.
Keterangan yang dihimpun, penyelidikan kasus dugaan korupsi ini dimulai sejak tahun 2017 lalu. Kasus ini sempat terkatung-katung sebelum akhirnya penyidik Kejari Kabupaten Pasuruan menetapkan dua orang tersangka pada Oktober 2019 lalu.
Ditempat terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Pasuruan, Denny Saputra, mengaku juga pernah mendengar informasi tersebut. Ia menduga ada oknum yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. “Saya tidak tahu menahu soal itu. Setelah mendapat informasi, kami melakukan crosscek ke beberapa saksi dan membenarkan penarikan uang itu. Uangnya digunakan untuk apa, saya tidak tahu,” kata Denny Saputra. (oen)