MALANG (Lenteratoday) – Dalam upaya mitigasi masalah sampah liar yang disinyalir masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang telah mengambil langkah proaktif.
Diantaranya, melalui sistem buka tutup, DLH memberikan waktu khusus untuk pembuangan sampah mulai jam 6 pagi hingga jam 4 sore. Tak hanya itu, kendaraan pengangkut sampah yang hendak masuk ke TPA Supit Urang juga akan dipasangi stiker khusus sebagai penanda.
Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Widjaya mengatakan, langkah ini diambil sebagai respons terhadap dugaan adanya oknum-oknum tertentu, yang memasuki TPA dengan membawa timbunan sampah yang bukan hanya berasal dari Kota Malang.
“Di sisi lain, kalau saya bandingkan jumlah sampah yang masuk dengan pendapatan retribusi sampah yang kita berikan ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu gak sinkron. Nah saya gak mau seperti itu. Sehingga di awal 2024 ini, kami buat suatu langkah baru untuk bisa memitigasi kebocoran-kebocoran (sampah liar) yang selama ini masuk ke TPA. Juga untuk identifikasi jenis timbunan sampah, jumlah tonase yang masuk, terus kemudian potensi retribusi kita juga bisa maksimal,” ujar Rahman, ditemui di Kantor DLH Kota Malang, Jumat (2/2/2024) sore.
Rahman mengatakan, mulai Jumat (2/2/2024) ini pihaknya akan memulai pemasangan stiker di 49 kendaraan pengangkut sampah dari DLH dan 11 kendaraan pengangkut sampah dari Diskopindag. Sehingga menurutnya, sistem buka tutup ini akan mulai diterapkan pada Senin (5/2/2024).
“Kemudian ada juga 10 stiker yang disediakan untuk transporter, dan itu yang sudah harus memiliki perizinan yang lengkap, badan usaha yang jelas, kemudian klasifikasi pengangkutannya juga diizinkan oleh dinas-dinas terkait. Transporter itu pihak ketiga yang jasanya digunakan oleh pelaku usaha atau pelaku kegiatan. Selain itu 10 stiker untuk kendaraan yang mengangkut sampah dari lingkungan terdampak TPA,” tambah Rahman.
Lebih lanjut, Rahman menegaskan, untuk mendapatkan stiker penanda, kendaraan pengangkut sampah di luar DLH dan Diskopindag, harus menandatangani kontrak kerjasama dan mengisi formulir. Yang mencantumkan jenis usaha, alamat, identifikasi sampah, jumlah tonase sampah, dan penyedia jasa pengangkut sampah, apakah dari DLH atau dari transporter.
Dalam hal ini, Rahman juga menekankan bahwa DLH akan menolak kerjasama dengan pihak yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti Rumah Sakit.
“Kalau memang mau bekerja sama untuk membuang sampahnya di TPA maka harus menandatangani kontrak dan mengisi form. Karena yang selama ini terjadi mereka tinggal buang-buang saja. Transporter itu merasa kalau dia warga Kota Malang, sudah bayar pajak, tapi kan gak bisa begitu. Jadi nanti harus ada kemitraan untuk pelaku usaha atau pelaku kegiatan yang menggunakan jasa transporter,” terangnya.
Disinggung mengenai kemungkinan pemalsuan stiker penanda, Rahman menyatakan bahwa stiker yang dipasang pada kendaraan memiliki warna khusus sesuai dengan jenis pengangkutnya, serta nomor lambung untuk identifikasi. Meskipun berbentuk stiker, menurutnya keabsahan dapat dijamin karena nomor lambung kendaraan akan diketahui oleh petugas melalui sistem yang telah diterapkan.
Selain itu, menurutnya juga pihak keamanan di TPA akan bertindak tegas terhadap kendaraan tanpa stiker, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. “Kita sudah koordinasikan semuanya, kalau dari CCTV saya nanti ketahuan masih ada kendaraan tanpa stiker penanda yang masuk, maka pihak keamanan di sana akan langsung ditindak, tidak di SP lagi. Langsung diliburkan. Jadi kita tegas,” tuturnya.
Masih menurut Rahman, langkah ini diharapkan dapat mengoptimalkan retribusi sampah dan mengatasi permasalahan sampah di Kota Malang. Pasalnya di tahun 2024 ini, DLH menetapkan target pendapatan retribusi sebesar Rp 18 miliar. Selain itu, saat ini DLH telah menerima registrasi 17 transporter, dan jumlah stiker tersebut kemungkinan akan bertambah seiring perkembangan data yang terus bergerak. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi