JAKARTA (Lenteratoday) – Riset International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menemukan ada potensi kerugian ekonomi di Indonesia hingga US$130 miliar atau setara Rp2.046 triliun (asumsi kurs Rp15.741 per dolar AS) per tahun. Kerugian tersebut akibat dari sulitnya akses terhadap obat inovatif.
Hasil riset Oliver Wyman menyatakan bahwa akses masyarakat Indonesia terhadap obat-obatan baru hanya 9 persen dibandingkan dengan negara-negara di G20 atau kawasan Asia Pasifik.
Selain itu, Direktur Eksekutif IPMG, Ani Rahardjo menjelaskan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan saat ini hanya menyediakan 2 persen dari obat-obat inovatif untuk masyarakat.
“Dan perkiraan kerugian ekonomi yang dapat dihindari akibat produktivitas yang hilang karena berbagai penyakit menular dan tidak menular saat ini adalah sekitar US$130 miliar per tahun atau itu adalah sekitar 14 persen dari PDB kita,” ujar Ani dalam agenda IPMG Manifesto Launch di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).
Lebih lanjut Ani menandaskan bahwa pencapaian hasil kesehatan masih tertinggal dan terbelakang dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Padahal di satu sisi kinerja ekonomi Indonesia yang cukup kuat di 10 tahun terakhir.
Dia juga menilai Indonesia memiliki potensi sebagai salah satu negara yang kuat dalam bersaing untuk menciptakan layanan kesehatan yang berkualitas.
IPMG juga menyoroti bagaimana tersedianya akses bagi penerima manfaat BPJS Kesehatan terhadap sebagian obat-obatan baru pada umumnya membutuhkan rata-rata waktu 71 bulan sejak pertama kali diluncurkan di tingkat dunia.
Keterlambatan ini menyebabkan sekitar 2 juta orang Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain mencari pengobatan di luar negeri setiap tahunnya, yang berkontribusi pada kerugian devisa hingga US$11,5 miliar atau setara Rp181,12 triliun.
IPMG sebagai mitra pemerintah mendorong dan mengajak pemerintah yang baru untuk mengakui pentingnya memiliki strategi nasional untuk obat-obatan baru yang masuk ke pasar. Terutama obat baru itu terlibat dalam kemitraan dengan industri yang berpusat pada prinsip kolaborasi dan pendekatan terpadu untuk kesehatan dan pertumbuhan.
“Manfaat potensialnya sangat besar, hasil capaian kesehatan yang baik serta besarnya peluang menekan jumlah warga Indonesia untuk bepergian keluar negeri, itu berpotensi menghasilkan nilai ekonomi hingga triliunan rupiah,” ujar Ani lebih lanjut. (*)
Sumber : CNNIndonesia | Editor : Lutfiyu Handi
