SURABAYA (Lenteratoday) — Dalam debat kedua Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2024 calon gubernur nomor urut 1, Luluk Nur Hamidah, menekankan pentingnya meningkatkan partisipasi publik dan pemberdayaan masyarakat sebagai kunci membangun Jawa Timur yang inklusif.
Politisi PKB tersebut menyoroti keberagaman di Jawa Timur yang kaya dengan budaya, agama, dan etnis, serta perlunya strategi khusus untuk menangani dan mengelola potensi yang beragam ini.
Luluk, yang telah lama dikenal sebagai advokat pemberdayaan perempuan dan kelompok marjinal, menekankan bahwa keberagaman masyarakat Jawa Timur harus dilihat dalam dua dimensi: sebagai kekuatan sekaligus tantangan.
“Keberagaman memiliki dua dimensi, satu membangun, satu destruktif,” ujar Luluk, Minggu (03/11/2024).
Luluk akan mengedepankan manajemen konflik yang efektif guna mengatasi potensi perbedaan yang destruktif dan memanfaatkannya untuk membangun kesatuan dan keadilan di Jawa Timur. Menurutnya, pemerintahan yang baik harus menghindari pola-pola kebijakan yang hanya berpihak kepada kelompok tertentu.
“Jatim ini multi etnis, multi agama, multi budaya, multi bahasa. Jadi, Jawa Timur tidak bisa kita kelola dengan eksklusif hanya untuk kelompok tertentu saja, tetapi kita harus menggalakkan dan menguatkan ruang publik bagi seluruh lapisan masyarakat,” jelasnya.
Sebagai bagian dari strategi tersebut, Luluk berkomitmen untuk mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara lebih signifikan kepada program pemberdayaan masyarakat, khususnya untuk perempuan dan kelompok yang selama ini termarginalkan. Menurutnya, APBD harus dapat menjadi instrumen yang tidak hanya mendukung pembangunan fisik, tetapi juga memperkuat pemberdayaan masyarakat yang selama ini seringkali tidak memiliki akses atau kesempatan yang memadai.
“APBD harus diarahkan pada pemberdayaan masyarakat, perempuan, dan kelompok termarginalkan,” tegas Luluk.
Luluk menuturkan, dengan anggaran yang berpihak pada pemberdayaan, ia berharap seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat yang nyata dari kebijakan pemerintah daerah.
“Yang pasti, kita kuat kalau kita bisa menghargai perbedaan dan yang pasti juga, manajemen perbedaan itu sendiri harus diterapkan,” pungkas Luluk.
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH