JAKARTA (Lenteratoday) – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengakui tidak semua penyakit bisa tercover BPJS. Penyakit yang tercover untuk masing-masing treatment, ada paket-paketnya.
“Jadi misalnya paket jantung yang dia cover adalah paket pasang ring,” kata Budi dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 yang diselenggarakan IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan, Kamis (16/12025) dikutip dari tempo, Jumat (17/1/2025).
Budi menjelaskan ketidaksempurnaan BPJS itu lantaran iuran yang masih tergolong sangat rendah. Saat ini, iuran untuk kelas 3 adalah Rp 42.000 per bulan, dengan rincian Rp35.000 dibayar oleh peserta dan Rp7.000 disubsidi oleh pemerintah. Sementara itu, iuran untuk kelas 2 sebesar Rp100.000 per bulan, dan kelas 1 sebesar Rp150.000 per bulan.
Untuk itu, saat ini pemerintah sedang berupaya memfasilitasi masuknya lebih banyak asuransi swasta ke rumah sakit. Dengan demikian, jika ada pasien yang harus membayar biaya pengobatan hingga ratusan juta dan tidak ditanggung BPJS, biaya tersebut dapat ditanggung oleh asuransi swasta.
Sayangnya, asuransi swasta itu lebih mahal dibandingkan iuran BPJS. “Sehingga kalau kekurangannya tadi bisa ditutup oleh asuransi swasta, jadi yang sakit tidak usah harus bayar dalam jumlah besar,” tutur dia dikutip dari kompas, Jumat (17/1/2025)
Budi Gunadi mengatakan, saat ini pemerintah telah memperbaiki agar sistem kesehatan di Indonesia agar tidak memberatkan masyarakat. “Ini yang saat ini sedang di perbaiki pemerintah, jangan begitu sakit bayar ratusan juta,” katanya.
Sementara itu, dilansir dari tempo, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby, mengatakan BPJS Kesehatan sedang berisiko mengalami gagal bayar pada 2026 jika perbaikan tidak segera dilakukan. Bahkan, BPJS Kesehatan sudah menuju ke arah defisit.
“Tandanya BPJS Kesehatan tidak ada daya tahan atau BPJS Kesehatan tidak memiliki daya tahan,” ujar Mahlil setelah agenda penandatangan nota kesepahaman dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Senin (11/11/2024).
Menurut Mahlil, hal tersebut terjadi karena biaya yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan lebih besar dibandingkan pemasukan yang didapatkan dari pembayaran premi bulanan oleh peserta. “Antara biaya (pengeluaran) dengan premium itu bisa lebih tinggi biaya. Maka aktuaria loss ratio kita sebut adalah menjadi di atas 100 persen,” ujarnya.
Dia menyebut potential loss yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dikarenakan ada banyak peserta yang tidak aktif membayar premi yang mencapai Rp 20 triliun. Namun, angka itu belum dihitung dengan biaya manfaat yang kemungkinan didapatkan bila para peserta aktif membayar premi. “Potential lossnya sekitar Rp 17-20 triliun. Tetapi kalau (membayar) nantinya biayanya bisa sampai dengan Rp 30 triliun, biaya manfaatnya,” ujarnya. (*)
Editor : Lutfiyu Handi