JAKARTA (Lenteratoday) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) penyelidikan terhadap pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan pesisir utara, Kabupaten Tangerang, Banten, terus berjalan. Penyelidikan dilakukan secara profesional dan transparan hingga ditemukan pihak yang bertanggung jawab.
“Yang pasti ini masih dalam proses terus penyidikan, mudah-mudahan sesegera mungkin ini bisa selesai,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam konferensi pers di Tangerang, Rabu (22/1/2025).
Dia menegaskan KKP akan memberikan sanksi tegas, siapa pun pelaku pemasangan pagar laut yang merugikan nelayan tersebut. Ini menjadi bukti kehadiran negara dalam memberikan keadilan.
KKP telah memanggil dan memeriksa dua orang nelayan yang sebelumnya mendaku sebagai pihak yang memasang pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tersebut. Sampai saat ini pemeriksaan masih berlangsung. Ia pun mengaku masih menunggu laporan hasilnya.
“Belum [ditemukan siapa pelakunya]. Kami masih pendalaman. Kan enggak boleh menuduh siapapun,” ujar Trenggono saat ditanya soal pelaku pemasangan pagar tersebut.
“Sekarang masih berlanjut belum bisa disimpulkan, kenapa? karena mereka mengatakan ‘mewakili’ karena itu adalah kelompok-kelompok dan mereka membuat list. Tapi ini membuat list nama-nama nelayan siapa saja yang memasang,” terangnya.
Mengenai pembongkaran, Trenggono mengatakan hal itu dilakukan secara masif melibatkan personel dari berbagai instansi dan masyarakat. proses pembongkaran pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang akan berlangsung selama 10 hingga 15 hari.
”Dari KKP sebanyak 460 personel, TNI Angkatan Laut ada 750 personel, Kodam Jaya dari Bakamla, serta kepolisian 75 personel,” kata dia.
Pejabat Badan Pertahanan Diperiksa
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengaku telah membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diduga menjadi dasar pemasangan pagar laut tersebut. Nusron mengatakan SHGB di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, itu cacat prosedur serta material sehingga karena itu batal demi hukum.

“Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material,” jelas Nusron di tempat yang sama.
Dia menerangkan, bahwa dari 266 sertifikat SHGB dan SHM yang berada di dalam bawah laut dan dicocokkan dengan data peta yang ada, telah diketahui berada di luar garis pantai.
“Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya saat ini melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur maupun petugas yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut sebagai langkah penegakan hukum yang berlaku.
“Hari ini kita sudah panggil petugas itu oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pemeriksaan kode etik,” kata dia.
Nusron sebelumnya mengaku telah memerintahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR) Kementerian ATR/BPN Virgo Eresta Jaya untuk juga akan memanggil Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB).
Kementerian ATR/BPN juga telah melakukan penelusuran awal bahwa di lokasi tersebut telah terbit sebanyak 263 bidang SHGB, yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan juga 17 bidang sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut.
Sumber : Antara, Tirto | Editor : M. Kamali