JAKARTA (Lenteratoday) – Proses checks and balances pemerintahan baru hasil Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 dikhawatirkan tidak akan berjalan baik, kualitas demokrasi juga berpotensi mengalami penurunan. Kondisi ini merupakan ancaman serius, bagi kelangsungan dan masa depan demokrasi Indonesia ke depan.
Hal itu tidak lepas dari langkah Prabowo Subianto sebagai pemenang dari kontestasi Pilpres, bersama Gibran Rakabuming Raka. Pasca ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024-2029, yang terus ‘bergerilya’ mengajak partai politik bergabung dalam pemerintahan.
Demikian disampaikan Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Athiqah Nur Alami dalam Webinar : “Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, sebagaimana Lentera Today kutip dari YouTube @Pusat Riset Politik – BRIN, Selasa(30/4/2024).
“Pasca penetapan oleh KPU, presiden terpilih Prabowo Subianto sangat aktif dan gencar membangun koalisi. Mulai membangun koalisi, tidak hanya dengan partai yang mendukungnya. Tapi juga parpol pendukung paslon lain,” ucap Athiqah.
Dalam pengantarnya, Athiqah juga menyinggung partai politik yang sebelumnya tidak mendukung Prabowo – Gibran, namun belakangan terus diajak berkomunikasi. Partai itu adalah NasDem dan PKB, dua partai yang dalam gelaran Pilpres 2024 mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar.
“Bahkan kedua partai itu sudah menyatakan sikap, mendukung pemerintahan Prabowo,” sebutnya.
Apa yang dilakukan Prabowo, menurut Athiqah mengulangi apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menjalankan pemerintahan.
Karena semua diajak gabung pemerintah, maka tidak ada oposisi yang pada gilirannya membuat checks and balances tidak berjalan dengan baik.
“Kita bisa bayangkan jika ini terjadi, koalisi pemerintahan yang begitu gemuk dan ketiadaan atau lemahnya oposisi. Maka proses cheks and balances yang proper itu tidak akan terjadi,” ucapnya.
“Tentu saja akan beresiko pada semakin menurunnya kualitas demokrasi kita, bahkan (ini) ancaman serius bagi kelangsungan dan masa depan demokrasi kita,” sambung Athiqah.
Senada, dalam kesempatan yang sama Peneliti Pusat Riset BRIN, Lili Romli berharap ada partai politik yang tetap berada diluar pemerintahan Prabowo – Gibran. Dengan begitu proses checks and balances dapat berjalan dengan baik melalui perwakilan rakyat di DPR RI.
Sebab, jika semua bergabung ke pemerintah otomatis DPR mandul. Pada akhirnya, berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah berpotensi merugikan kepentingan rakyat dan membela kepentingan oligarki.
“Lima tahun Pemerintahan Jokowi sudah membuktikan, ketika tidak ada oposisi yang signifikan. Kalau yang terjadi nanti pasca-pelantikan 20 Oktober, partai politik mayoritas bergabung. Saya memiliki keyakinan DPR akan mandul,” ucap Lili.
Reporter:Sumitro/Editor:Ais