LAMONGAN (Lenteratoday) – Siapa yang tak tahu, jika Kabupaten Lamongan adalah salah satu daerah yang mempunyai makanan khas bercitarasa medok. Ya, warga menyebutnya dengan nama Soto Lamongan.
Sepintas, makanan berkuah kuning ini terlihat biasa. Namun, bagi warga Lamongan soto yang meiliki rasa khas ini bukan sekedar makanan. Soto bisa menjadi jati diri kota kelahiran bahkan sebagai indentitas yang tak dapat dipisahkan dari salah satu daerah di Jawa Timur ini.
Tak heran, jika di kota asalnya Lamongan, warga menjadikan soto serasa menjadi makanan wajib tiap pagi. Ya, Soto Lamongan memang cukup enak disantap pagi hari sebelum memulai aktifitas. Meski demikian, soto Lamongan juga tetap nikmat dimakan siang, bahkan malam hari, karena dalam penyajiannya selalu panas.
Salah satu warung soto Lamongan yang serasa tak pernah sepi adalah warung milik Cak Kandar. Warung yang terletak di sebelah barat pasar Lamongan tepatnya di Jalan Andansari ini terlihat sederhana, namun rasa sotonya jangan ditanya.
Bahkan, menurut Cak Kandar, sebagian warga rela mengantre untuk menikmati soto buatannya. Meski banyak pesaing lain di bidang yang sama, namun ia mengaku tak risau karena tiap warung memiliki pelanggan masing-masing. Yang paling penting baginya adalah tetap menjaga kualitas rasanya.
“Kalau hari Minggu bisa 1 kuital lebih, hari biasa sekitar 70 kilo ayam kami sediakan,” ungkap Cak Kandar, Sabtu (28/8/2021).
Saking eksisnya soto bagi warga Lamongan, kata Cak Kandar, tak jarang ia juga mendapat pesanan besar untuk perhelatan akbar, acara kemasyarakatan dan keagamaan, hajatan dan lain sebagainya.
“Soto bagi saya pribadi ya sudah mendarah daging mas, tak ada kata bosan untuk menikmatinya. Buktinya warung saya selalu laris manis bahkan sebelum jam tutup,” tambahnya.

Lantas apa yang membedakan soto Lamongan dengan soto lainnya? dari warnanya, soto Lamongan telihat lebih kuning, ini karena kandungan kunyit sebagai salah satu rempahnya. Kemudian, rasanya juga cukup khas dan menendang, racikan rempah dan bumbu rahasia lainnya langsung mengena di lidah.
Yang cukup membedakan dengan soto lainnya, soto Lamongan dilengkapi dengan koya. Bubuk lembut warna kuning mentah ini dibuat dari krupuk udang khusus yang dihacurkan hingga lembut ditambah dengan racikan rempah lainnya. Rasanya memang tak lengkap jika soto Lamongan tanpa koya.
Begitu koya ditaburkan ke atas kuah soto, secara sendirinya, kuah akan menjadi lebih kental dan rasanya semakin menggoyang lidah. Cak Kandar menerangkan, memang ada perbedaan bumbu antara soto Lamongan dengan soto dari daerah lain. “Namanya memang sama, soto, tapi resepnya dan rasanya jelas beda,” katanya.
Bagi pecinta rasa sedikit asam bisa ditambahkan jeruk nipis. Bisa dibayangkan, begitu tetesan air jeruk nipis bersatu dengan kuah soto Lamongan, maka lidah pun serasa sudah mengeluarkan air liur. Aromanya langsung menggugah selera, dan begitu masuk ke dalam mulut, lidah pun tak dapat memungkiri kenikmatan kudapan khas Lamongan ini.
Diakui Cak Kandar, jika soto mempunyai makna lain bagi warga Lamongan. Makna lebih yang tak bisa dilihat kasat mata, makna yang hanya bisa diarasakan dampaknya. Ya, saat makan soto Lamongan bisa menjadi medium persatuan berbagai elemen masyarakat.
“Kalau sudah ke sini (warung soto) tak ada lagi yang namanya perbedaan kultur, agama, adat, bahkan profesi, mulai Bupati sampai karyawan menyukai makanan yang satu ini,” urainya.
Diceritakan Cak Kandar, jika usaha yang ia rintis selama puluhan tahun itu menolong dirinya dari keterkungkungan ekonomi bahkan selama pandemi, ia mengaku tak terpengaruh.
“Stabil mas, pandemi tak ada penurunan signifikan, omset perhari berkisar antara Rp 6 Juta hingga Rp 7 Juta perharinya,” akunya. (dit)