AJI Jember Juga Tolak UU Cipta Kerja

Jember – Organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember juga ikut menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Penolakan itu disampaikan melalui aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD dan Kantor Pemkab Jember, Jumat (9/10/2020). Mereka melakukan orasi dan membawa selebaran atau poster berbagai kecaman.

Menurut Korlap Aksi AJI Jember Faizin Adi, Omnibus Law tersebut berusaha mengubah sejumlah undang-undang sekaligus. Semula akan mencakup 79 undang-undang, belakangan ada yang dikeluarkan dari pembahasan namun ada juga yang dimasukkan lagi menjelang akhir.

“Undang-undang yang berhubungan dengan jurnalis dan media yang diubah adalah Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang Undang Ketenagakerjaan. Undang Undang Pers kemudian dikeluarkan dari pembahasan,” kata Faizin Adi.

Selain itu, Faizin Adi juga menjelaskan, kritik terbesar publik terhadap pembahasan ini adalah pada soal prosedur pembahasan yang cenderung mengabaikan aspirasi publik yang terdampak langsung oleh regulasi ini.

Menurutnya, meski Indonesia dilanda pandemi, yang itu diikuti dengan adanya sejumlah pembatasan bergerak untuk mencegah penyebaran virus, pemerintah dan DPR tetap meneruskan pembahasan.

Baca Juga :  Gubernur Khofifah Resmikan Gedung P4S Taruna Bhumi dan Bantuan 20.000 WP PLTS Atap di Jember

“Ada tekanan kuat agar pembahasannya dihentikan agar negara ini fokus pada penanganan Covid-19 dan mengurangi kegaduhan publik, namun aspirasi itu tak diengarkan pemerintah dan DPR,” ujarnya.

Selain dari aspek prosedur pembahasan, dia mengatakan, penolakan publik terutama pada substansi dari Omnibus Law yang dinilai sangat merugikan buruh dan kepentingan negara dalam jangka panjang.

Menurutnya, pemerintah merevisi cukup banyak pasal Undang Undang Ketenagakerjaan, yang semangatnya terlihat untuk memberikan kemudahan kepada pengusaha tapi itu justru merugikan pekerja.

“Undang-undang baru ini juga melonggarkan kebijakan untuk mendorong investasi namun akan memiliki implikasi yang membahayakan lingkungan dalam jangka panjang,” ujarnya. Selain itu, pihaknya mengecam pengesahan Omnibus Law karena merevisi Undang Undang Penyiaran dengan ketentuan baru yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran.

“Omnibus Law ini akan membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang dianggap melanggar oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Padahal, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh,” ujarnya. (mok)

Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini