Antisipasi Dampak Bermain Game Online pada Anak, Pemerintah Segera Keluarkan Aturannya

JAKARTA (Lenteratoday) – Guna mengantisipasi dampak negatif bermain game online pada anak-anak, pemerintah segera merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perlindungan anak dari game online.

Aturan ini muncul karena maraknya tindak kriminalitas, seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual dan perundungan yang dilakukan anak-anak di bawah umur akibat pengaruh game online.

“Progressnya sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Sehingga tugas dan fungsi serta kewenanganannya tidak timpang tindih. InsyaAllah tahun ini ditargetkan rampung,” kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Nahar kepada wartawan belum lama ini.

Menurutnya bermain game yang mengandung kekerasan, berdampak sangat buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja. Karena itu, Nahar mengatakan pemerintah akan terus mengawasi konten atau game online, yang mengandung kekerasan dan dapat mempengaruhi perilaku anak-anak.

Ditanya terkait kemungkinan Kementerian PPPA merekomendasikan game online seperti Free Fire diblokir, menjawab kalau pengaruhnya banyak dan sangat kompleks.

“Risiko yang dihadapi termasuk konten, perilaku, kontak fisik dan perilaku konsumen. Konten-konten tidak sesuai dengan rating usia anak-anak, ini (Free Fire) yang harusnya diperketat dan diawasi. Risiko-risiko dari perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak,” tegasnya.

Sementara itu, psikolog Stenny Prawitasari menilai game seperti Free Fire itu berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak. Jika permainan itu terus dimainkan oleh anak-anak, maka sang anak dinilai cenderung tidak bisa membedakan mana kekerasan yang nyata dan tidak nyata.

Baca Juga :  Efek Psikologis dari New Normal Akibat Pandemi Covid-19

“Game seperti Free Fire mengandung adegan kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata. Bermain game semacam ini secara berulang dapat membuat anak-anak menjadi desensitisasi terhadap kekerasan, di mana mereka mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan,” jelasnya.

Stenny menuturkan beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak-anak. Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif.

Seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan. Ini juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak.

Stenny menegaskan pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius, terhadap permasalahan dampak game online pada anak-anak. Hal ini memerlukan upaya untuk memperketat regulasi dan aturan yang mengatur penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.

“Regulasi bertujuan juga melindungi kesehatan mental dan emosional anak-anak, pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan. Serta tidak sesuai dengan usia anak, perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif,” pungkasnya.

Sumber:Dtc/Editor:Ais



Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini