DPRD Jatim Ciptakan Pelindungan Hukum Bagi PMI dan Keluarganya

SURABAYA (Lenteratoday) – Pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur menjadi Peraturan Daerah (Perda) dinilai sebagai langkah yang tepat dan bagus untuk memberikan pelindungan pada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya.

Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (21/3/2022) yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, dan Anik Maslachah. Rapat juga dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, serta Plt Sekdaprov Jatim, Wahid Wahyudi.

Jawa Timur merupakan provinsi penyumbang PMI terbesar di Indonesia. Juru bicara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Jatim, Daniel Rohi, menyebutkan berdasarkan data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) diketahui jumlah PMI seluruh Indonesia pada 2021 ada 72.624 orang.

“Dari jumlah tersebut terbanyak Provinsi Jatim yaitu 28.810 orang atau 39,6%. Dari jumlah tersebut sembilan dari sepuluh PMI bekerja sebagai asisten rumah tangga, sedangkan 10% sisanya bekerja sebagai pengasuh,” katanya, Senin (21/3/2022).

Daniel juga menyebutkan komposisi PMI ini relatif tidak berubah dari tahun ke tahun. Di mana jumlah PMI perempuan mencapai 70%, sedangkan PMI laki-laki hanya 30%. Dengan banyaknya PMI dari Jatim ini, menyebabkan Provinsi Jatim wajib menata sedemikian rupa agar PMI dari Jatim memperoleh segala hak dan dapat melaksanakan kewajiban dengan baik.

Sedangkan, seiring dengan pandemi Covid-19, permasalahan PMI juga terus terjadi. Dari catatan Fraksi PDIP, pada tahun 2022 ini setidaknya terjadi tiga gelombang kepulangan PMI. Pada Januari terjadi dua dua gelombang kepulangan yaitu sebanyak 129 orang dari Malaysia dan 149 orang dari Brunai Darussalam. Gelombang ketiga terjadi pada aakhir Februari sebanyak 283 orang.

“Berdasarkan seluruh data dan informasi yang ada, fraksi PDI Perjuangan memandang adalah langkah yang sangat tepat untuk menyusun Raperda ini sebagai upaya memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pahlawan devisa tersebut. Raperda ini diharapkan memberikan landasan bagi pemerintah Provinsi Jatim untuk mencegah terjadinya pengiriman tenaga PMI secara non procedural (Ilegal) yang berpotensi meningkatkan resiko bagi para PMI tersebut,” tandasnya.

Selain itu, Fraksi PDIP juga mencermati setidaknya ada sembilan permasalahan utama yang dialami PMI di wilayah Provinsi Jatim yang perlu segera diselesaikan dengan seksama. Kesembilan permasalahan kepulangan PMI sepanjang tahun 2019 adalah PMI pulang atas kemauan sendiri sebanyak 23,2 %,PMI sakit 19,22%, PMI tidak mampu bekerja terlalu berat 16,23%, Majikan bermasalah 14,26%, PHK 12,61%, Bermasalah dengan keluarga 9,23%, Majikan meninggal/bermasalah dengan keluarga 4,5%, Tidak sesuai dengan perjanjian kerja 2,03%, dan Deportasi 1,5%.

Untuk itu, Fraksi PDIP sepakat bahwa demi memberikan kepastian hukum atas pelaksanaan perencanaan dan pengembangan pelindungan PMI dan keluarganya dari wilayah Jatim, maka dibutuhkan sebuah peraturan daerah. Namun demikian, fraksi PDIP menyakini bahwa naskah akademik haruslah disusun dengan pendekatan ilmiah dan kecermatan yang tinggi sehingga seyogyanya dilakukan beberapa penyempurnaan dalam naskah akademik tersebut.

Sementara itu, Juru bicara Fraksi Nasdem, M Nasih Aschal mengungkapkan bahwa PMI dan keluarganya selama ini sering kali mengalami marjinalisasi dan permasalahan. Karenanya negara (pemerintah) harus lebih hadir dalam melindungi para pekerja migran dan keluarganya agar mereka memperoleh keamanan, layanan, dan hak-haknya baik sebelum, selama, dan setelah bekerja.

Dia menandaskan bahwa untuk memberikan perlindungan PMI dan keluarganya tidak bisa dilakukan secara sendirian dan persial. Dibutuhkan sinergitas dan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Jatim, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, P3MI, serta masyarakat. Sehingga, perlindungan terhadap PMI dan keluarganya tercipta secara menyeluruh dan komprehensif.

“Kami sepakat sekaligus mendesak bahwa Raperda perlindungan Pekerja Migran Indnesia dan Keluarganya untuk segera diwujudkan, mengingat banyaknya kejadian yang menimpa PMI asal Jatim yang bermasalah, meninggal dunia, dan dipulangkan atau putus kontrak akibat pandemi Covid-19 yang setidaknya mendapai 43.176 orang selama tahun 2021. Kehadiran Raperda ini tentunya akan menjadi jalan penyelesaian,” tandasnya.

Fraksi Nasdem juga melihat bahwa Raperda ini sidah melewati prosedur dan proses yang sangat panjang. Hal itu bisa dilihat dari penelitian dan intensitas pembahasan dalam mencermati raperda yang telah dilakukan komisi E bersama biro hukum dan OPD terkait dan telah dilakuan penyelarasan akhir oleh Bapemperda DPRD Provinsi Jatim. Untuk itu, Fraksi Nasdem menyetujui pengesahan Raperda tersebut menjadi Perda.

Baca Juga :  Dana Pilgub Jatim 2024 Bisa Tembus Rp 1,98 Triliun

Fraksi PAN, melalui juru bicaranya, Agung Supriyanto juga menyatakan setuju dengan rancangan Raperda tersebut untuk disahkan menjadi perda. PAN menyampaikan terimakasih pada Komisi E yang telah merampungkan rangkaian proses pembahasan hingga fasilitasi politik hukum mengenai perlindungan pekerja migran ini dapat diselesaikan.

Agung menjelaskan bahwa berdasarkan data BP2MI mencatat lima provinsi teratas penyuumbang PMI per Juli 2020, dimana Jawa Timur diurutan pertama. Disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat.  Dengan demikian juga muncul banyak permasalahan PMI, mulai dari penipuan, perdagangan manusia, kerugian atas perjanjian kerja yang tidak fair, hingga soal kekerasan.

“Maka sebagai warga negara Indonesia, para perkerja migran ini berhak mendapatkan perlindungan, pun demikian juga dengan keluarganya,” kata Agung.

Fraksi PAN juga menilai perlu adanya dorongan pada kabupaten/kota untuk menghasilkan legislasi dalam isu yang sama khususnya pada kabupaten dan kota yang mempunyai banyak pekerja migran dan keluarganya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak mengatakan bahwa pengesahan Perda ini adalah sebuah legecy dan langkah yang bagus. Karena Perda ini adalah Perda inisiatif dari DPRD Jatim untuk memberikan sebuah perlindungan pada Pekerja Migran Indonesia sejak awal sampai kemudian mereka bekerja di luar negeri dan hingga kembali.

“Ini menuntut konsekuensi termasuk lembaga-lembaga penyedia jasa tenaga kerja untuk bisa meng-upgrade terkait dengan pendidikan, pelatihan, dan lain sebagainya. Dan juga terkait dengan mereka yang pada dasarnya selama ini bekerja di luar negeri yang mengalami sedikit kendala komunikasi di Indonesia. Kaitan dengan ini, maka pemeritah daerah privinsi Jawa Timur sudah bisa terlibat langsung secara aktif untuk memfasilitasi dan memproteksi pekerja mingra indonesia yang ada di luar negeri maupun keluarganya yang menanti di Indonesia,” tandasnya.

Sahat juga mengapresiasi komisi E DPRD Jatim selaku inisiator lahirnya Perda Pelindungan Pekerja Mingran Indonesia dan Keluarganya. Dia juga menandaskan bahwa Perda ini sudah difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri dan kemungkinan tahun ini bisa dibuatkan peraturan gubernur yang akan mengatur pelaksanaan secara teknis Perda ini.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan dalam Raperda tentang Pelaksanaan Pelindungan PMI ini terdapat tiga hal yang hendak dicapai. Yang pertama yakni terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja. Kedua yaitu terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarna serta  anggaran. Serta yang ketiga yaitu memperkuat kelembagaan penyelenggaraan pelindungan PMI.

“Alhamdulillah Raperda tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan. Ini menjadi bentuk komitmen kita bersama bahwa kita memberikan pelindungan para pekerja migran kita dari hulu ke hilir. Bahkan bukan hanya pelidungan bagi PMI-nya saja, melainkan juga keluarganya,” kata Khofifah.

“Pekerja Migran Indonesia merupakan Pejuang Keluarga dan Pahlawan Devisa, maka sudah selayaknya apabila PMI diberi hak dari Negara untuk memperoleh keamanan, layanan, dan pemenuhan hak baik sebelum, selama maupun setelah bekerja,” ia melanjutkan.

Lebih lanjut disampaikan Khofifah, untuk mewujudkan tiga hal tersebut, di dalam Raperda Perlindungan PMI ini memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam Perda sebelumnya yakni Perda No 4 Tahun 2016.

Beberapa ketentuan tersebut yakni, pembinaan oleh Pemerintah Provinsi yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI dan PMI tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial.

Selain itu, dalam Raperda ini juga diatur mengenai ketentuan dimana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat. Baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat Provinsi , kabupaten dan kota maupun lembaga swasta yang terakreditasi dan berbadan hukum.

“Calon PMI juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan,” kata Khofifah.

Menurut mantan Menteri Sosial dan Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini, dalam raperda satu ini juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal. Serta fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal. Seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik atau seksual, hilangnya akal budi, penipuan dan pemutusan hubungan kerja dan hak lain yang belum diterima oleh PMI. (*)

Reporter : Lutfiyu Handi / Editor : Lutfiyu Handi

Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini