Menguji Kewarasan di Museum Kesehatan Jiwa Lawang

Anda suka berkunjung ke tempat unik dan memiliki nilai sejarah? Nah, Museum RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat di Lawang, Malang bisa menjadi pilihan. Museum Kesehatan Jiwa pertama dan satu-satunya di Indonesia ini dijamin membuat pengunjung merinding, tapi di sisi lain juga bisa mendongkrak kesadaran akan pentingnya menjaga jiwa yang sehat.

Bangunan kuno Belanda yang identik dengan pintu serta jendela besar dan lebar langsung menyambut pengunjung yang singgah di Museum Kesehatan Jiwa di Jalan Ahmad Yani, Lawang. Manekin dengan baju suster dan dokter era kolonial menjadi pemadangan pertama di dekat pintu masuk. Kejutan yang membuat merinding pengunjung juga langsung disuguhkan dengan adanya balok kayu untuk memasung orang gila.

Tak ada maksud mendramatisasi, menurut Kepala Museum, Mashud, SE., penataan koleksi benda-benda yang berkaitan dengan RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat (RSJRW) memang ditata sedemikian rupa, sehingga pengunjung bisa menangkap maksud dari Triupaya Bina Jiwa.

“Triupaya Bina Jiwa terdiri dari Promosi dan Prevensi yang bertujuan memberikan sosialisasi agar masyarakat lebih menjaga kesehatan jiwanya. Yang kedua kurasi atau pengobatan kepada penderita dan ketiga rehabilitasi. Nah di museum ini alurnya menyesuaikan itu,” jelas Mashud.

Dikatakannya, museum ini dibangun sebagai wahana pembelajaran terkait kejiwaan dan sejarah perkembangan teknologi kedokteran khususnya di bidang kesehatan jiwa.

Sayangnya, keberadaan museum ini belum banyak diketahui oleh masyarakat. Padahal pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali alias free. Untuk diketahui, Museum Kesehatan Jiwa ini diresmikan pada 23 Juni 2009 bertepatan dengan hari jadi RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat yang ke-107.

Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodinigrat Lawang sendiri didirikan berdasar Surat Keputusan Kerajaan Belanda No. 100 tanggal 30 Desember 1865. Sedangkan pengerjaan pendirian bangunan rumah sakit sendiri baru dimulai pada tahun 1884. Sebelum rumah sakit dibangun, pengelolaan pasien mental diserahkan kepada Dinas Kesehatan Tentara Belanda.

Pada 23 Juni 1902, Rumah Sakit Jiwa ini dibuka secara resmi dengan nama Krankzinigen Gesticht te Lawang dengan kapasitas percobaan 500 tempat tidur dan merupakan rumah sakit jiwa tertua kedua di Indonesia setelah Bogor. Pada zaman kolonial waktu itu, rumah sakit jiwa ini hanya melayani orang-orang kaya saja. Dalam perkembangannya kemudian, rumah sakit tersebut juga diperuntukkan bagi warga pribumi.

Setelah masa kemerdekaan, rumah sakit ini dikenal sebagai Rumah Sakit Jiwa Sumber Porong. Dari tahun 1978 sampai sekarang, RSJ Lawang melakukan upaya pengembangan pengobatan dan perawatan pasien mental baik Rawat Jalan, Rawat Inap, Program Keswamas dan Penunjang Medik.

Dalam perkembangannya pada tanggal 23 Juni 2002, saat Rumah Sakit Jiwa Lawang tepat berusia seabad, diresmikan nama baru menjadi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang (RSJRW).

Di Museum Kesehatan Jiwa yang merupakan bagian dari RSJ Lawang ini, pengunjung bisa menyaksikan sejarah Rumah Sakit Jiwa Dr. Rajiman Wediodiningrat melalui berbagai foto dan gambar yang dipajang. Meskipun usianya sudah tua namun tetap terawat dengan baik sehingga pengunjung bisa menyaksikan dengan jelas gambar-gambar dan benda yang dipamerkan. Di samping itu, di sini tersimpan ribuan koleksi yang terdiri dari benda-benda dan dokumen-dokumen tua. Sayangnya, karena luas museum yang masih belum memadai, baru 700-an benda yang bisa dipajang di dalam museum. Sisanya, masih tersimpan di dalam gudang. Sekilas saat melihat dan membaca berbagai keterangan yang tertempel di semua benda dan alat itu, siapa pun pasti akan bergidik.

Di museum ini pengunjung bisa menyaksikan berbagai peralatan terapi sakit jiwa yang penggunaannya dibenarkan oleh pemerintah maupun tidak. Seperti peralatan terapi yang dibenarkan penggunaannya dan dipajang di museum ini adalah bak hydrotherapy. Peralatan itulah yang digunakan tenaga medis RSJ pada abad ke-19 untuk merendam pasien agar pasien yang kambuh bisa tenang.

Karena pada saat itu ilmu kedokteran jiwa belum maju seperti sekarang, jadi terkadang alat-alat dan perlengkapan yang digunakan untuk menerapi pasien terlihat kejam dan sadis. Pengunjung juga bisa menyaksikan koleksi foto-foto para Menteri Kesehatan sejak era kepemimpinan Bung Karno hingga saat. Begitu juga berbagai foto para ahli yang turut berjasa dalam mengembangkan dunia psikiatri.

Bergeser sedikit, pengunjung juga akan melihat koleksi sepasang straight jacket. Di banyak film , adegan tokoh yang terindikasi terkena gangguan jiwa sering digambarnya mengenakan kostum ini. Yakni jaket putih dengan banyak tali serta gesper dengan bukaan di bagian punggung. Di ujung lengan terdapat tali yang gunanya untuk mengaitkan dua tangan ke belakang dengan posisi sedekap.

Lalu ada juga alat yang biasanya masih dijumpai di daerah-daerah pelosok untuk menangani warga yang dianggap gila, yakni pasung kayu. Biasanya digunakan dengan posisi duduk, dua kaki dimasukkan ke dua lubang kayu yang bisa dibuka tutup.

“Penggunaan alat pasung ini sebenarnya tidak dianjurkan. Hanya saja, pada beberapa kasus, pasien memang harus mengenakan agar tidak sampai melukai orang lain. Ini kami pajang agar masyarakat tahu bahwa penggunaannya dilarang karena justru akan menyakiti dan melukai penderita gangguan jiwa,” katanya.

Di tempat ini pula kita akan menemukan alat ‘sadis‘ lainnya, yakni alat pengiris otak. Jangan membayangkan yang tidak-tidak, karena alat itu hanya menjadi bagian dari alat-alat laboratorium zaman dulu untuk meneliti otak manusia beserta gangguan-gangguannya. Jadi

Bergeser ke bagian dalam, pengunjung bisa menikmati susana lebih santai. Di ruangan juga dipajang sekitar 15 lukisan berbagai aliran karya pasien RSJ Lawang. Ada lukisan aliran realis yang menggambarkan pemandangan alam gunung lengkap dengan sawahnya, bunga mawar merah, juga lukisan wajah manusia dengan garis-garis wajah yang terlihat sempurna untuk karya pasien RSJ.

“Di sini lebih banyak lukisan abstrak. Banyak cerita yang ingin diungkapkan pasien. Nah, melukis, bermain alat musik, menjahit hingga bercocok tanam merupakan kegiatan rehabilitasi pasien agar bisa menemukan bakat dan minatnya. Juga sebagai langkah agar mereka siap kembali ke masyarakat,” ujarnya.

Di Rumah Sakit Jiwa memang menyediakan ruang Kreasi yang bisa dimanfaatkan semua pasien untuk mengeksplorasi bakat minat mereka. Kegiatan di Ruang Kreasi RSJ Lawang ikut membantu proses terapi kejiwaan pasien. Mereka menjadi lebih tenang dan mudah dikendalikan. Tidak hanya lukisan, ada beberapa karya yang lain seperti gantungan kunci, tatakan gelas, tas laptop, tas hp dari bahan rajutan dan masih banyak lagi.

“Keberadaan Museum Kesehatan Jiwa bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan memberi pemahaman mengenai segala permasalahan kejiwaan dan penanganannya yang tepat. Selama ini masyarakat masih menilai negatif segala hal yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan. Padahal rumah sakit ini sangat bersih dan tertata rapi. Oleh karena itu, dengan adanya museum ini diupayakan akan mengubah citra masyarakat tentang Rumah Sakit Jiwa Lawang,” ujar Kepala Diklit, Ngesti Rahayu.

Dikatakannya, pengunjung museum ini kebanyakan adalah anak SMA dan mahasiswa yang mendapat tugas untuk belajar ke sini. Selain itu, juga ada pengunjung-pengunjung dari mancanegara yang datang. “Saat ini ada profesor dari Belanda yang sedang menerjemahkan buku-buku kedokteran jiwa koleksi museum. Dia akan ada di sini selama satu bulan,” tuturnya.

Buka dari hari Senin – Jumat, mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB, musem ini tampaknya bisa menjadi destinasi wisata saat ke Lawang, Malang. Apalagi dalam waktu dekat pihak rumah sakit juga akan membuka telaga di wilayah RSJ Lawang untuk umum dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas wisata. (*)

Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini