Harga Minyak Mentah Dunia Kompak Melemah

SURABAYA (Lenteratoday) – Harga minyak mentah dunia kompak melemah pada perdagangan hari ini, Senin (29/4/2024).

Dilansir dari data Refinitiv, pada perdagangan kemarin, Jumat (26/4/2024) harga minyak mentah berjangka brent naik menjadi US$89,5 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) naik ke posisi US$83,85 per barel.

Namun, pada hari ini per pukul 09:38 WIB, harga minyak dunia baik brent maupun WTI terpantau menurun. Brent turun sebesar 0,96% ke angka US$88,64 per barel. Sedangkan WTI juga melemah 0,9% ke angka US$83,09 per barel.

Penyebab penurunan harga disebut karena terjadi perundingan perdamaian Israel-Hamas di Kairo yang meredakan kekhawatiran akan konflik lebih luas di Timur Tengah dan data inflasi AS semakin meredupkan prospek penurunan suku bunga dalam waktu dekat.

Analis pasar IG Tony Sycamore mengatakan peningkatan upaya untuk menengahi gencatan senjata antara Israel dan Hamas meredakan ketegangan geopolitik dan berkontribusi pada lemahnya pembukaan pada hari Senin (29/4/2024).

Reuters juga menulis delegasi Hamas akan mengunjungi Kairo pada hari Senin (29/4/2024) untuk melakukan pembicaraan damai.

Baca Juga :  Ekonomi Jawa Timur pada Triwulan I/2024 Diproyeksikan Tumbuh 5 Persen

Di sisi lain, Menteri luar negeri Israel sempat mengatakan bahwa rencana serangan ke Rafah, tempat lebih dari satu juta pengungsi Palestina berlindung, dapat ditunda jika terjadi kesepakatan yang melibatkan pembebasan sandera Israel.

Juru bicara Gedung Putih mengatakan Israel setuju untuk mendengarkan kekhawatiran AS mengenai dampak kemanusiaan dari potensi invasi tersebut.

Beralih dari situasi geopolitik, pelaku pasar juga mengantisipasi tinjauan kebijakan bank sentral AS (The Fed) pada pertengahan pekan ini.

Inflasi AS naik 2,7% dalam 12 bulan hingga Maret, data pada hari Jumat menunjukkan, di atas target The Fed sebesar 2%. Inflasi yang lebih rendah akan meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga, yang akan merangsang pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.

“Inflasi AS yang tinggi memicu kekhawatiran akan suku bunga yang ‘lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama'”, yang menyebabkan penguatan dolar AS dan memberikan tekanan pada harga komoditas, kata analis pasar independen Tina Teng. (*)

Sumber : CNBCIndonesia | Editor : Lutfiyu Handi

Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini