
MALANG (Lenteratoday) – Perwakilan korwil Aremania dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan mendesak polisi untuk meminta maaf. Jika tidak, Aremania akan menggelar aksi besar-besaran di depan Polres Malang.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung pada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Muhadjir Effendy, saat pertemuan dengan para korwil Aremania dan keluarga korban di Gedung Sidang Senat UMM, Senin malam (3/10/2022).
Pertemuan tersebut sengaja digelar untuk menyerap semua aspirasi Aremania yang nantinya akan dijadikan bahan investigasi TGIPF. “Semua masukan termasuk yang malam ini saya kumpulkan yakni dari teman-teman korwil, saya ingin mendapat masukan tentu saja dari perspektif Aremania. Dari pihak lain juga boleh, namanya juga pencari fakta. Nanti Presiden akan lakukan investigasi menyeluruh,” ujar Muhadjir Effendy, ditemui usai menghadiri acara pertemuan untuk serap aspirasi Aremania, bertempat di Gedung Sidang Senat UMM, Senin malam (3/10/2022).
Muhadjir juga mengatakan bahwa hal tersebut sudah menjadi bagian dari tugasnya untuk senantiasa mendengarkan keluhan, masukan, dan fakta di lapangan, serta bagaimana kejadian yang berlangsung, dan seterusnya. Dari hari yang didapatkannya itulah, imbuhnya, akan disampaikan langsung kepada Presiden RI.
Ketika disinggung bahwa ada beberapa korban meninggal yang tidak disertai hasil keterangan visum pada surat penyerahan jenazah kepada keluarga, Muhajir memghimbau untuk Aremania dapat mengumpulkan seluruh bukti terkait, yang nantinya akan dipergunakan untuk proses investigasi lebih lanjut oleh TGIPF.
Sementara itu, terkait dengan permohonan maaf dari aparat yang ditagih dan dipertanyakan oleh para supporter Arema, Muhajir mengaku akan segera menyampaikan usulan tersebut kepada Kapolri.
“Itukan berarti termasuk usulannya para Aremania. Nanti akan saya sampaikan ke Kapolri. Janji,” cetusnya.

Dalam pertemuan yang diinisiasi oleh Menko PMK tersebut, turut hadir Ade Herwanto, selaku senior Korwil Aremania Malang Raya. Ade juga menjadi narasumber perwakilan dari supporter dalam acara tersebut.
Ade menjelaskan bahwa Aremania telah membentuk tiga kesepakatan terkait dengan adanya insiden Kanjuruhan kemarin. Yang pertama yakni, pihaknya telah membentuk tim ‘Advokasi Aremania Mengguggat’ demi dapat ditegakannya keadilan dan kemanusiaan.
“Yang kedua, kalau dalam waktu 7 hari atau setelah selesainya acara doa bersama yang ke 7 hari. Kami Aremania tidak kunjung mendengar siapa yang ditetapkan menjadi tersangka. Maka seluruh Aremania akan turun ke jalan dengan massa yang lebih besar daripada penonton di Stadion. Dengan catatan hal tersebut dilakukan dengan aksi damai dan tidak menambah satu korban pun,” jelas Ade disambut sorakan setuju dari para Aremania yang hadir dalam acara tersebut.
Selain itu, tim Advokasi Aremania juga akan mengusut kejelasan jumlah korban meninggal. Sebab dinilai oleh Ade bahwa data korban meninggal sangat simpang siur hingga saat ini.
Terpisah, Mas Udin, senior Korwil Aremania Muharto juga turut menumpahkan apresiasinya di hadapan Menko PMK. Dirinya mengaku hanya meminta keadilan yang pantas dan sungguh-sungguh dari Pemerintah pusat. Sebab, dilanjutkannya bahwa pemberian bantuan sebesar apapun tidak akan bisa untuk menghidupkan nyawa korban yang telah meninggal.
“Yang kami sesalkan adalah, senjata api dan gas air mata itu tidak diperbolehkan masuk ke stadion, ini adalah peraturan FIFA. Tapi ini mereka yang memakai seragam hitam ini terang-terangan membawa hal tersebut,” ucap Mas Udin dengan suara bergetar penuh semangat.
Hal yang sama, yakni menuntut keadilan, juga disampaikan oleh Sam Amin. Ketua Korwil Aremania Pasuruan, yang menceritakan sedikit kejelasan kronologis. Sam Amin menyebutkan bahwa dari awal pertandingan hingga ditiupnya peluit tanda berakhirnya laga oleh wasit, kondisi stadion masih sangat kondusif.
“Saya melihat langsung. Setelah permainan selesai, pemain Arema berdiri di lingakaran putih yang ada di stadion. Ada salah satu Aremania mendatangi ke arah pemain, disusul satu teman lainnya. Tau tau dipukul oleh aparat, semestinya mereka tidak seperti itu,” ungkap Sam Amin.
Hal yang lebih mengecewakan, lanjut Amin, bahwa ketika terjadi penembakan gas air mata kepada para supporter. FIFA sendiri telah melarang adanya penggunaan gas air mata di area Stadion.
“Jangankan menembakan gas air mata, membawa saja tidak boleh. Sekarang saya bertanya ke Pak Menteri, siapa yang bertanggung jawab kalau sudah urusan nyawa begini. Kami dari Aremania hanya mencari keadilan. Tolong, Pak, diberi pencerahan siapa yang harus bertanggungjawab atas kejadian ini,” imbuh Sam Amin sambil menahan kesedihan mengingat tragedi 1 Oktober tersebut.
Terpisah, tindakan kearogansian aparat juga dipertanyakan oleh perwakilan Forum Arema Kampus, yang juga keluarga korban meninggal. Pihaknya menyayangkan keputusan aparat untuk menembakkan gas air mata mengarah ke tribun, dan bukan hanya pada lapangan.
“Disitu (tribun) ada adik-adik kami, ada anak, ibu, orang jualan juga banyak. Mereka yang tidak tahu apa-apa, murni hanya ingin menonton pertandingan bola, tapi harus meninggal karena gas air mata itu, Pak,” ujarnya tak kuasa menahan tangis.
Sebagai informasi, selain Menko PMK, pertemuan tersebut dihadiri dan dimoderatori langsung oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Fauzan, M.Pd., kemudian Wakil Rektor II yakni Dr. Nazaruddin Malik, M.Si, selanjutnya yang menjadi narasumber dari perwakilan Aremania yakni Senior Korwil Aremania Malang Raya yakni Ade Herwanto, Mas Udin dari Aremania Muharto, dan Sam Amin selaku Ketua Korwil Aremania Pasuruan, serta dari forum Arema Kampus dan beberapa Aremania dan Aremanita se Malang Raya.
Inti dari adanya pertemuan tersebut adalah kesepakatan Aremania untuk bersama berjuang menuntut keadilan atas kejadian tragis yang menewaskan ratusan supporter klub bola kebanggaan Malang Raya. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi