SURABAYA (Lenteratoday) – Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni menilai penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2023 tentang Retribusi dan Pajak Daerah, berpotensi mengancam ekonomi kreatif masyarakat.
Politisi Golkar tersebut menuturkan, bahwa mengkritisi, bahwa saat ini UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pemerintah belum menerapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau kemudian aturan yang di tingkat pusat dilakukan penundaan, ya sebaiknya Perda No.7 Tahun 2023 juga dilakukan pendundaan. Sehingga tjdak terjadi kesimpang siuran di masyarakat, ungkap Toni, Kamis (25/01/2024).
Toni menilai Perda yang digedok oleh Pemkot Surabaya pada akhir tahun 2023 dan berlaku mulai 1 Januari 2024 itu, belum sepenuhnya tersosialisasikan kepada masyarakat. Bahkan, sesi pemotretan dan pengambilan video produk, hingga calon pengantin atau prewedding bakal dikenakan biaya Rp500 ribu untuk jangka waktu tiga jam.
Oleh karena itu, Toni meminta pembekuan Perda 7 Tahun 2023, kemudian dilakukan pengkajian ulang untuk kajian akademisnya dan menggunakan peraturan sebelumnya.
“Otomatis ya kita kembali ke peraturan sebelumnya. Sehingga para pelaku usaha yang ada di Kota Surabaya ini tidak merasa was-was dan tidak merasa dirugikan,” terangnya.
Karenanya, Toni mendesak Pemkot Surabaya untuk segera melakukan kajian ulang dengan elemen yang bersentuhan langsung dengan Perdah 7/2023. Dengan demikian, gejolak pada masyarakat tentang naiknya retribusi itu dapat diredakan.
“Jika tidak direvisi, ada kekhawatiran dan justru malah membuat pertumbuhan ekonomi kita menjadi terganggu. Karena isu kenaikan pajak itu, isu yang sensitif di negara manapun,” pungkasnya. (*)
Reporter:Pradhita (mg) | Editor : Lutfiyu Handi