17 April 2025

Get In Touch

Catat! Jepang Perberat Sanksi Pidana Cyberbullying

Hana Kimura, pegulat Jepang yang diduga meninggal akibat cyberbullying. (Foto:dok)
Hana Kimura, pegulat Jepang yang diduga meninggal akibat cyberbullying. (Foto:dok)

TOKYO (Lenteratoday)-Parlemen Jepang membuat revisi baru terkait aturan dalam hukum pidana terhadap perundungan online atau cyberbulliying. Aturan baru ini dapat menjerat pelaku cyberbullying dengan pidana hukuman penjara sampai 1 tahun atau denda 300.000 Yen atau sekitar Rp 33 juta (kurs Rp 110). Ini lebih berat dari aturan sebelumnya yang menetapkan sanksi 1 bulan penjara dan denda hanya sebesar 10.000 Yen.

Revisi ini mencuat ke permukaan, buntut kasus bunuh diri pegulat sekaligus aktris Hana Kimura pada Mei 2020 lalu. Banyak pihak menyoroti kematiannya gara-gara cyberbullying yang ia alami di dunia maya.

Hana Kimura, merupakan pegulat professional sekaligus bintang seri Netflix berjudul Terrace House. Ia mengakhiri hidupnya pada Mei 2020 lalu. Banyak pihak menyorot makian yang ia terima di media sosial selama berbulan-bulan menjadi salah satu faktor pendorong tindakannya.

Tewasnya Kimura, membuat Pemerintah Jepang mendapat banyak tekanan untuk segera menyusun regulasi khusus terhadap cyberbullying bahkan dalam bentuk Undang-Undang terpisah. Di Jepang, aturan pidana cyberbullying sebenarnya sudah diatur, namun, hukumannya masih dinilai ringan.

Di aturan yang baru, pelaku cyberbullying dapat dituntut penjara maksimal 1 tahun, dari aturan sebelumnya yang hanya 1 bulan atau 30 hari kurungan. Denda juga mengalami peningkatan signifikan. Di aturan awal, denda hanya sebesar 10.000 Yen.

Gara-gara kasus ini juga, Kyoko Kimura, Ibu dari Hana Kimura menjadi semakin aktif kampanye Undang-Undang anti-cyberbullying. Kyoko juga mendirikan organisasi nirlaba bernama "Remember Hana" untuk meningkatkan kesadaran tentang perundungan siber.

Meski demikian, hukum pidana ini menuai kontroversi khususnya dari pihak kontra. Menurut mereka, aturan ini sangat berpotensi mengusik bahkan mengancam kebebasan berpendapat. Ancaman itu misalnya ada pejabat yang berlindung di balik UU ini, kemudian melapor ke polisi bahwa ia terindikasi terkena cyberbullying. Padahal, ia hanya mendapat kritik dari publik.

Sebaliknya, pihak pro berpendapat bahwa aturan harus dibuat lebih tegas, karena ini amat dibutuhkan dalam menumpas cyberbullying atau perundungan di internet.Ibu Kimura, Kyoko Kimura, mengatakan "saya ingin orang tahu bahwa cyberbullying adalah kejahatan,". Dia juga berharap amandemen itu akan mengarah pada Undang-Undang terpisah yang lebih rinci.(*)

Sumber:Xinhua | Editor:Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.