
SURABAYA (Lenteratoday) - Rusaknya tanaman magrove yang berada di sepanjang sungai kawasan Wonorejo akibat normalisasi sungai berbuntut panjang. Komisi C DPRD Surabaya berencana memanggil Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam waktu dekat.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, mengatakan pemanggilan kedua OPD tersebut untuk dimintai keterngan terkait dampak aktivitas normalisasi di Sungai Wonorejo yang menyebabkan ratusan tanaman mangrove berusia 1-2 tahun rusak dan mati.
“Nanti akan kita undang semuanya supaya masalah ini tersolusikan. Baik itu dari DLH, DSDABM, dan DKPP. Secepatnya akan kita jadwalkan (hearing), karena surat permohonan hearing dari pemerhati lingkungan sudah kita terima,” ujar Aning, Kamis (8/9/2022).
Sejatinya masalah tersebut dikarenakan kurangnya komunikasi antara DSDABM dengan pemerhati lingkungan. Oleh sebab itu, pihaknya akan mengundang seluruh dinas terkait dan pemerhati lingkungan untuk menyelesaikan masalah tersebut supaya mendapat jalan keluar.
“Aktivitas normalisasi memang bagus sebagai upaya pengendalian banjir, hanya saja hasil dari pengerukan endapan lumpur tersebut dikemanakan. Nah, itu yang perlu kita carikan solusi dan jalan keluarnya,” kata Aning.
Aning menegaskan bahwa DSDABM cukup ceroboh dalam melakukan normalisasi maupun naturalisasi Sungai Avur Wonorejo. Pasalnya, lumpur hasil pengerukan tersebut ditempatkan pada lokasi yang ditumbuhi mangrove sepanjang 500 meter. Dan berdampak pada keanekaragaman hayati yang ada di kawasan tersebut. Nelayan yang mencari telur burung, bibit ikan, dan kepiting di sana sangat terdampak endapan lumpur pengerukan.
“Jadi keanekaragaman hayati itu harus dijaga, sekaligus fungsi mangrove juga harus dijaga. Kita cukup menyayangkan adanya dampak normalisasi ini. Seharusnya, DSDABM sebelum melakukan tindakan normalisasi tersebut melakukan komunikasi terlebih dahulu,” jelasnya.
“Yang semestinya bisa diselesaikan lintas OPD antara DKPP, DLH, dan DSDABM itu tidak dilakukan dalam proses normalisasi maupun naturalisasi Sungai Avur Wonorejo. Jadi sedikit ada kecerobohan dari DSDABM,” sambung Aning.
Dia mengakui, lintas OPD sering menjadi permasalahan di Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya. Kurangnya komunikasi menyebabkan program tidak berjalan dengan baik. Karena itu, pihaknya mendorong ada sinergitas dan kolaborasi antarOPD.
Berangkat dari sini, Komisi C meminta DSDABM untuk menghentikan sementara aktivitas normalisasi di Sungai Avur Wonorejo, sampai ada solusi terkait dengan proses pemindahan hasil pengerukan lumpur.
“Pengerukan tidak ada masalah, sudah sesuai. Tetapi bagaimana mengelola hasil pengerukan itu dan menempatkan endapan lumpur supaya tidak menyebabkan kerusakan tanaman mangrove di beberapa titik. Karena itu, kita minta normalisasi dihentikan dulu sampai ada solusi,” tuntasnya.
Kendati demikian, Pengurus Kelompok Nelayan Rukun Makmur, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut Surabaya, Mu'minin mendukung upaya normalisasi saluran yang dilakukan Pemkot. Bahkan menurutnya, normalisasi di sungai Mangrove Wonorejo memang harus rutin dilakukan setiap tahun.
"Menurut saya normalisasi sungai memang bagus dan setiap tahun memang harus ada normalisasi. Karena sungai juga butuh perawatan. Karena kalau tidak dirawat, maka sungai itu akan bertambah dangkal," kata Mu'minin.
Untuk diketahui, normalisasi saluran air di sepanjang sungai di kawasan Mangrove Wonorejo dengan cara mengeruk lumpur sudah dilakukan rutin sejak Mei 2022. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan mengembalikan fungsi sungai.
Sebelumnya, pada Senin (5/9/2022) lalu, Kepala Bidang Drainase DSDABM Kota Surabaya, Eko Juli Prasetya mengatakan bahwa pengerukan untuk mengembalikan lebar sungai seperti semula. Dulu lebarnya 30 meter, dan saat menyempit tinggal 20 meter, bahkan ada yang 10 meter karena ditanami mangrove.
Namun begitu, normalisasi tersebut ditentang pengiat lingkungan. Mereka mengungkapkan normalisasi sungai mengakibatkan tanaman magrove di sepanjang sungai kawasan Wonorejo rusak. Koordinator komunitas Nol Sampah Surabaya, Wawan Some mengatakan bahwa normalisasi di kawasan konservasi adalah kesalahan dan tak sesuai dengan Perda 19 tahun 2014 tentang perlindungan pohon. (adv)
Reporter : Miranti Nadya | Editor : Lutfiyu Handi