
MALANG (Lenteratoday) – Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Malang menyediakan pendampingan psikososial kepada korban dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan. Relawan psikolog dan ahli yang dihimpun oleh Dinkes terdiri dari organisasi Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Jawa Timur, psikolog makro, relawan dari perguruan tinggi, dan Rumah Sakit.
"Untuk pelayanan psikologis sendiri, sebenaranya kami ada banyak relawan. Ada dari organisasi IPK (Ikatan Psikolog Klinis) sendiri, kemudian teman-teman (psikolog) Mapro, ada juga dari mahasiswa, dan Rumah Sakit. Rencananya, semua relawan ini akan ditampung dulu oleh pihak Dinkes,” ujar Sururun Marfuah (Rurun), salah satu psikolog IPK Jawa Timur yang menjadi tenaga ahli dan relawan dalam pemberian dampingan psikososial korban Kanjuruhan, ditemui di crisis centre Pemkot Malang, Rabu (5/10/2022).
Rurun kemudian menjelaskan terkait dengan teknis pelaksanaan pemberian bantuan. Yang pertama, Dinkes melakukan penampungan data keluarga korban dan korban untuk kemudian dilakukan screening.
“Jadi, Dinkes nanti mendata semua korbannya. Habis itu ada screening, nah dari screening ini diketahui mana saja yang membutuhkan pelayanan psikologis atau tidak,” jelasnya.
Dia melanjutkan, apabila terdapat korban atau keluarga korban yang membutuhkan pendampingan psikolog klinis, maka akan ada 2 jenis pelayanan yang diberikan. Pertama yakni pelayanan secara on site (langsung di posko crisis centre Pemkot) kedua yakni pelayanan home visit.
“Kita ada 2 shift disini, jadi nanti ada yang melakukan pelayanan on site, ada juga yang mobile atau misalnya ke puskesmas, ke rumahnya, atau di manapun. Sejauh ini teknis pelayanannya seperti itu,” paparnya.
Pihak IPK Jawa Timur sendiri sudah mulai menjalankan tugasnya sebagai relawan Kanjuruhan di Pemkot Malang per tanggal 4 September 2022. Korban yang sudah ditangani selama ini, lanjut Rurun, sebanyak kurang lebih 10 korban.
“Kita sudah mulai aktif di sini itu kemarin. Kemudian kemarin ada 2 shift, kurang lebih sudah ada 10 korban. Untuk pagi ini masih belum ada yang membutuhkan pelayanan psikologis klinis. Soalnya kan masih penyembuhan fisik dulu. Nanti biasanya kalau fisiknya sudah mulai terobati, dia (korban) sudah mulai mengingat kejadian yang dialami, barulah muncul reaksi traumatisnya. Dan itu yang kita tangani,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ketika disinggung terkait gejala-gejala yang dialami oleh korban. Rurun mengaku bervariasi, yakni seperti gemetar, dan muntah-muntah.
Kalau gejalanya tergantung kondisi fisiknya korban. Jadi ada yang muntah-muntah, ada yang gemetar, bervariasi sih. Ada juga yang mereka hanya diam saja, tidak bisa bicara atau blocking istilahnya,” pungkasnya. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi