
MALANG (Lenteratoday) – Sempat mendunia, kopi luwak asli Indonesia mengalami kemerosotan penjualan. Hal tersebut disampaikan oleh Global Coffee Expert, Moelyono Soesilo serta Pengusaha dan business trainer, Tanadi Santoso. Padahal, menurut keduanya kopi luwak Indonesia dapat menjadi produk global mengalahkan kopi Panama Geisha.
“Di kopi, sudah ada produk terkenal itu namanya panama geisha. Tapi di Indonesia, ada yang bisa mengalahkan produk tersebut yaitu kopi luwak. Sebab luwak hanya memakan kopi yang terbaik, sehingga otomatis mengandung kafein paling tinggi. Kemudian menyebabkan aroma terbaik dari kandungan glukosa yang dimiliki,” ujar Moelyono Soesilo yang juga merupakan produser dari Film Filosofi Kopi, saat menyampaikan materinya pada Talk Show Bisnis Kopi, di Institusi ASIA, Kota Malang, Jumat (11/11/2022).
Dikatakannya, reputasi produk kopi luwak Indonesia menjadi salah satu penyebab menurunnya minat pasar. Sebab, petani kopi memaksa luwak untuk memakan biji kopi dalam jumlah besar, sehingga mengakibatkan hewan tersebut tertekan.“Jadi kerusakan nama kopi luwak asli Indonesia ini karena petaninya berlaku semena mena. Luwak dikerangkeng dan dipaksa memakan biji kopi. Ini kan bisa menyebabkan luwak itu stres, jadi tidak dibenarkan. Sehingga banyak yang mengecam prosesnya,” ungkapanya.
Namun, Moelyono menekankan bahwa petani kopi luwak tidak dapat sepenuhnya disalahkan dalam hal produksi. Menurutnya, kurangnya kontrol dan pengawasan dari pemerintah. Sehingga mengakibatkan petani kopi luwak mengambil langkah yang salah.
“Kopi luwak kita tidak bisa hanya menyalahkan petani. Petani tingkat pendidikannya bagaimana, pendapatannya bagaimana. Permintaan akan kopi luwak dulu 500 kali lipat dibandingkan kopi biasa, ya kenapa nggak bikin. Jangan menyalahkan petani karena dia memproduksi apa yang menjadi permintaan,” serunya.
“Yang salah kembali lagi adalah pemerintah. Bagaimana kontrolnya, sertifikasinya. Jadi orang benar-benar ngecek bahwa kopi ini luwak liar dan itu kontrolnya kan susah. Paling tidak yang ekspor ini terjaga kualitasnya. Dampaknya begitu orang luar melihat ini gak benar (perlakuan terhadap luwak) ya habis, tidak ada yang mau lagi,” imbuh Moelyono.
Tidak hanya mengenai proses produksi, Moelyono juga mengatakan pemerintah perlu memperhatikan kemasan pengiriman kopi luwak yang akan diekspor. Moelyono mengaku bahwa pihaknya telah menyampaikan keresahannya tersebut pada Menteri Perdagangan (Mendag) dan Menteri Pertanian (Mentan) RI.
“Ini harus ditata dan diberikan secara penuh pengawasannya. Kalau sudah mau dipasarkan ke luar negeri, masak kemasannya masih pakai karung goni? Kan harusnya lebih dibikinkan kemasan yang sesuai standar. Harusnya semua stakeholder berusaha. Jadi dari petani, pemerintah, pengusaha, semua bersama,” tandasnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Tanadi Santoso, seorang pengusaha dan business trainer di Indonesia. Menurutnya, para stakeholder harus mau berjuang bersama untuk menggairahkan kembali produk kopi luwak asli Indonesia.
“Kalau para stakeholder mau berjuang bersama. Jadi ada pemerintah, industri, termasuk petani. Ya tetep ada peluang dan bisa dikoordinasi dengan bagus. Serta hanya kopi luwak yang sudah punya standar saja yang di ekspor. Maka saya yakin akan menjadi lebih baik,” ungkapnya.
Sebagai informasi, sesuai dengan penuturan Moelyono, saat ini jumlah ekspor kopi luwak asli Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. “Tetap saya tetap ekspor tapi jumlahnya, harganya sudah rusak. Bandingkan dengan panama geisha, padahal kopi luwak ini yang terbaik,” tutur Moelyono.
Terkait potensi bisnis, Moelyono yang juga bagian dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) tersebut mengatakan, tidak kalah penting bagi anak muda untuk berani mengambil langkah secara maksimal dalam memulai bisnis.“Yang penting lagi itu harus berani melangkah. Kalau gak berani maka kita sudah kalah 100 persen. Melangkah 50 persen kita sudah berhasil biar 50 persennya lagi waktu yang menentukan,” tandasnya.
Sejalan dengan Moelyono, Tanadi Santoso mengatakan apabila generasi muda ingin mencoba berbisnis. Maka harus berani untuk mencoba dan jangan terlalu berharap pada ekspektasi.
“Menurut saya harus berani nyoba, salah sedikit tidak apa-apa dan jangan terlalu berharap. Ketika terlalu berharap ingin sukses apalagi anak muda inginnya instan. Padahal dunia gak begitu, selalu mengalami kegagalan, kesulitan,” ungkap Tanadi Santoso, ketika ditemui pada kesempatan yang sama.(*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor: Widyawati