
SEMARANG (Lenteratoday)-Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di Jawa Tengah (Jateng) masih menjadi perhatian publik. Beberapa pihak mengklaim bila isu PHK massal hanya menjadi alibi menjelang penentuan upah. Kendati demikian, data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng pada akhir Oktober kemarin telah menunjukkan adanya 1.000 buruh yang terdampak PHK.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah, Abdul Hamid menyampaikan, pemerintah provinsi perlu mempersiapkan langkah antisipasi. Salah satunya dengan menegakkan ketentuan hubungan industrial yang berlaku.
"Dinas Ketenagakerjaan punya satuan pengawas tenaga kerja, ini berati berhubungan dengan hubungan industrial. Harus ditegakkan, kalau terjadi PHK, harus sesuai dengan prosedurnya. Harus menerima konsekuensinya seduai dengan peraruran perundang-undangan," katanya saat ditemui di Ruangannya, Selasa (15/11/2022).
Apabila perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya, maka harus memberikan hak-hak yang telah tertulis dalam Undang-Undang, khususnya pesangon. Selain itu, penyebab dari adanya PHK juga harus dengan alasan yang rasional.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa badai PHK juga pernah terjadi saat awal pandemi Covid-19. Namun, pada saat itu, pihak pemerintah masih memberi kelonggaran akibat kondisi perekonomian perusahaan yang tak menentu. Berbeda dengan saat ini, dimana kondisi ekonomi mulai kembali stabil.
"Dulu memang pertumbuhan ekonomi yang tersendat, saat Covid, itupun perusahaan kondisinya sah-sah saja. Kalau fenomena ini terjadi lagi pasca covid harus kita evaluasi lagi," ujarnya.
Berkaitan dengan penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan ditetapkan pada 21 November 2022 mendatang, ia berpesan kepada Dewan Pengupahan untuk benar-benar memperhatikan ketentuan yang berlaku. Disamping itu, ia juga meminta kepada masyarakat untuk memahami dasar-dasar penentuan upah.
"Dewan Pengupahan sedang bekerja dari dasar-dasar Perpres, Permenaker, dan lain sebaginya, dikaji untuk formula perhitungan. Harus ada hitungan riil bagaimana formulasi hukum landasan tersebut bisa jadi payung hukum bagi kenaikan UMK. Kalau UMP kan hanya jaring pengaman saja," ujarnya.(*)
Reporter: Azifa Azzahra | Editor:Widyawati