
BRUSSEL (Lenteratoday)- Situasi di Eropa makin memanas. Pemerintah Serbia dikabarkan meminta komandan penjaga perdamaian NATO untuk mengizinkan mengirim hingga 1.000 personel polisi dan tentara ke Kosovo. Padahal saat ini konflik antara Rusia dan Ukraina masih berkecamuk.
"Pemerintah akan meminta kembalinya ratusan dan tidak lebih dari 1.000 tentara dan polisi," kata Presiden Aleksandar Vucic, dilansir Reuters Sabtu (17/12/2023).
Adapun, ini adalah pertama kalinya Beograd meminta untuk mengerahkan pasukan di Kosovo sejak resolusi Dewan Keamanan PBB mengakhiri perang pada 1998 hingga 1999, di mana NATO mengebom Yugoslavia yang terdiri dari Serbia dan Montenegro untuk melindungi Kosovo yang mayoritas penduduknya Albania.
Dia menambahkan bahwa mereka mengirim email permintaan tersebut pada Kamis malam dan secara fisik menyerahkannya ke KFOR, misi NATO di Kosovo, pada Jumat (16/12/2022).
Meskipun demikian, Vucic mengaku tidak optimistis akan mendapatkan izin dari NATO. "Saya tidak berharap mendapat jawaban positif," kata Vucic.
Adapun, permintaan tersebut muncul selama serentetan bentrokan antara otoritas Kosovo dan Serbia di wilayah utara, tempat mereka menjadi mayoritas.
Resolusi PBB menyatakan bahwa Serbia dapat diizinkan, jika disetujui oleh KFOR, untuk menempatkan personelnya di perlintasan perbatasan, situs keagamaan Kristen Ortodoks, dan area dengan mayoritas Serbia.
Pada 2008, Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia dengan dukungan Barat. Kemerdekaannya diakui oleh 110 negara tetapi tidak oleh Serbia, Rusia, dan lima negara anggota Uni Eropa.
"Kita semua menyaksikan ancaman konstan Serbia terhadap Kosovo," kata Presiden Kosovo Vjosa Osmani kepada parlemen.
"Serbia dan pemimpinnya Vucic tahu betul bahwa kehadiran tentara Serbia di wilayah Kosovo berakhir untuk selamanya pada 12 Juni 1999."
Serbia bertujuan untuk bergabung dengan Uni Eropa (UE), tetapi untuk menyelesaikan proses keanggotaannya harus menyelesaikan masalah dengan Kosovo. Kosovo sendiri baru saja mengajukan aplikasi untuk keanggotaan UE pada Kamis.
Kedua belah pihak telah menyetujui dialog yang disponsori UE pada tahun 2013 tetapi hanya sedikit kemajuan yang dicapai.(*)
Sumber:Reuters,dya / Editor: Widyawati