21 April 2025

Get In Touch

Baboon T-Shirt, Berawal dari Hobi Hingga Tempat Ngopi

Owner Baboon T-Shirt sekaligus Komisaris Kooka Coffee, Dicky Asmoro Oetomo.
Owner Baboon T-Shirt sekaligus Komisaris Kooka Coffee, Dicky Asmoro Oetomo.

MALANG (Lenteratoday) – Berawal dari hobi di bidang desain dan fashion pada masa-masa kuliah di tahun 1995, Owner Baboon T-Shirt, Dicky Asmoro Oetomo, menceritakan sejarah dimulainya bisnis konveksi, yang saat ini telah merambah di bidang kuliner dengan mendirikan Kooka Coffee.

“Dimulai pada waktu saya kuliah, insyaallah di tahun 1995. Jadi awalnya hobi saya adalah desain dan senang berpakaian rapi atau modis. Pada waktu itu saya mencoba untuk membeli kain sekitar 1 atau 2 meter. Saya buat kombinasi desain bajunya, tidak hanya 1 warna. Saya jahitkan ke tetangga saya di Bareng sana,” ujar Dicky, saat dikonfirmasi langsung oleh awak media, Sabtu (28/1/2023).

Dicky mengatakan, baju yang telah selesai dibuat tersebut kemudian dipakainya untuk kuliah. Pada saat itu, dikatakannya bahwa ada seorang teman yang mengaku tertarik dengan baju baru yang ia pakai. Alhasil, dengan modal nekat, Dicky pun meladeni beberapa temannya yang berkeinginan untuk membeli kaos hasil karyanya tersebut, seharga Rp 9.000/kaos.

“Jadi, pembeli pertama itu namanya Beni. Saya dulu kuliah di Unmer jurusan akuntansi, rumah saya kan di Bareng. Pulangnya, si Beni ini saya ajak ke rumah untuk membeli kaos yang saya pakai. Itu saya hargai Rp 9 ribu untuk 1 kaos. Harga tersebut saya asal ngomong. 9 ribu pada tahun itu kayaknya sama dengan nominal 200 ribu sekarang,” katanya.

Dijelaskan oleh Dicky, setelah transaksi kaos pertamanya dengan Beni. Semakin banyak teman kuliahnya yang memesan kaos hasil desainnya tersebut. Selama hampir 2 bulan berjalan, lanjutnya, Dicky bekerjasama dengan penjahit bernama Iwan, memproduksi 10 kaos per harinya.

“Saya senang sekali waktu itu. Bukan karena nominalnya, tapi karena desain saya banyak yang suka. Waktu itu untung yang saya dapat dari 1 kaos itu Rp 3 ribu. Itu berjalan 2 bulan. Selalu transaksinya kaos saya pakai, teman saya tertarik, saya pulang dulu baru mereka beli,” jelasnya.

Sebelumnya, Dicky menyampaikan bahwa meskipun lahir dari keluarga yang berkecukupan. Alih-alih meminta modal langsung kepada orangtua, Dicky justru mengaku memilih untuk berhutang senilai Rp 500.000, kepada penjual nasi goreng di depan rumahnya kala itu.

“Waktu itu saya hutang Rp 500 ribu ke tetangga penjual nasi goreng. Ketika orang tua saya tahu hal itu. Marah sekali mereka. Saya gak mau minta ke orang tua meskipun mereka mampu. Karena saya paham betul ayah saya tidak akan mau menerima uang pelunasan dari saya. Jadi, memang saya mau murni dari hasil kerja keras saya sendiri. Lambat laun, mereka bisa mengerti itu. Dan bisnis kaos saya juga semakin maju,” ungkapnya.

Singkat cerita, disebutkannya bahwa nama Baboon T-Shirt tercetus di antara tahun 1996 hingga 1997. Kala itu, pihaknya berujar bahwa tidak mengetahui arti sesungguhnya dari sebuah kata “Baboon” yang didapatkannya di kamus bahasa Inggris-Indonesia.

“Dulu namanya Dicky Collection. Terus akhirnya saya buka secara acak di Kamus Inggris-Indonesia. Saya buka di halaman sebelah kanan, kemudian menemukan kata Baboon. Memang asal buka, tapi disitu saya langsung tertarik tanpa mengetahui arti kata Baboon saat itu apa. Akhirnya tercetus merk Baboon T-Shirt, itu sekitar antara tahun 96 dan 97,” tuturnya.

Lebih lanjut, berawal dari dijualnya kaos per biji, dengan transaksi yang dilakukan seusai mata kuliah. Baboon T-Shirt miliknya naik pesat, di tahun 1996 bahkan hingga tahun 1998, yang notabene adalah tahun terjadinya krisis moneter. Kala itu, Dicky tidak hanya berkutat dalam produksi kaos, melainkan juga melayani pembuatan seragam.

“Justru di tahun 98, saat krisis moneter. Usaha saya ini naik. Karena orang-orang tidak akan pernah bisa meninggalkan seragam pada saat itu. Saya produksi seragam di tahun itu. Yang sangat anjlok, itu memang saat pandemi. Berbeda dengan krismon di tahun 98. Di pandemi kemarin saya rugi besar,” jelasnya.

Walhasil, selama pandemi kemarin, pihaknya lebih memilih untuk fokus membuat APD Hazmat yang saat itu sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan.

Lokasi Kooka Coffee dan Konveksi Baboon T-Shirt di Jl. Dirgantara A1 No. 19, Sawojajar, Kota Malang.

Masih di awal pandemi tahun 2020, pria kelahiran tahun 1973 ini menjelaskan bahwa salah satu putranya, Audy Alifio Putra, menginginkan untuk membuka bisnis perkopian. Akhirnya, di pabrik konveksi Baboon T-Shirt yang beralamat di Jl. Dirgantara A1 No.19, Sawojajar, Kota Malang, inilah, Dicky memutar otak untuk menggabungkan konsep konveksi dengan coffeeshop yang saat ini dikenal dengan nama Kooka Coffee.

“Konsep Baboon ini sudah berjalan, banyak mesin jahit disini. Karena kan memang awalnya untuk konveksi. Akhirnya, saya konsultasi sama teman saya yang arsitek, bagaimana mengkonsep konveksi ini sejalan dengan kafe yang diinginkan anak saya. Singkat cerita jadilah Kafe Kooka seperti sekarang ini, itu dimulai di tahun 2020,” ungkapnya.

Hingga pada akhirnya, Dicky menyebutkan bahwa selama kurang lebih 2 tahun berdiri. Kooka Coffe seolah menjadi marketing yang menjembatani bisnis Baboon T-Shirtnya. Komisaris Kooka Coffee ini menuturkan, setiap orang yang bertandang pasti akan penasaran dengan kegiatan konveksi yang dilakukan di area tersebut. Hal itulah yang menurutnya menjadi daya tarik tersendiri dari Kooka dan Baboon.

“Saat orang bertandang kesini untuk ngopi, mereka akan bertanya-tanya. Kenapa ada konveksi di dalam kafe. Nah, disitulah orang-orang, anak muda sekarang ini mengenal kalau ada proses produksi Baboon di dalam Kooka,” tuturnya.

Sebagai informasi, Owner Kooka Coffee, Audy Alifio Putra, menyebutkan keunggulan lain dari Kooka Coffee, yakni, ngopi seharga 75 ribu akan mendapatkan kaos eksklusif dari Baboon seharga 100 ribu, secara gratis. Pengunjung juga dapat memesan desain sendiri, dan menunggu kaos diproduksi yang kurang lebih memakan waktu 1 jam, sembari menikmati menu yang telah dipesannya. (*)

Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.