21 April 2025

Get In Touch

DPRD Jatim : Ada Mafia dalam Kenaikan Harga Beras, Satgas Pangan Harus Bertindak

Stok beras di Gudang Bulog Ponorogo. Foto : isitimewa
Stok beras di Gudang Bulog Ponorogo. Foto : isitimewa

SURABAYA (Lenteratoday) – Kenaikan harga beras belakangan ini menjadi sorotan masyarakat luas. Bahkan pemerintah pun melakukan berbagai cara untuk bisa mengendalikan harga atau setidaknya mampu menekan supaya tidak semakin mahal. Ironisnya, kenaikan harga beras ini disinyalir merupakan ulah dari para mafia. Lagi-lagi petani turut menjadi korban.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim, Amar Syaifudin mengharapkan kenaikan harga beras harus diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani, artinya petani harus ikut menikmatinya. “Bagi saya sebagai wakil rakyat, ya membela petani. Harga beras mahal justru itu yang diharapkan petani. Cuma, kenaikan harga beras itu jangan sampai dinikmati oleh mafia dan petani tidak merasakan,” tandasnya Rabu (22/2/2023).

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Amar Syaifudin.

Bahkan, dia menilai bahwa kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini adalah permainan dari para mafia beras. Maka, dia meminta pada satgas pangan supaya lebih optimal dalam menjalankan tugasnya mengawal harga beras. Termasuk di antaranya adalah mengendalikan impor beras yang justru malah dilakukan pemerintah di tengah masa penen raya padi oleh petani.

“Kenaikan harga beras tidak dinikmati petani. Jadi, kembali lagi sebenarnya peran pemerintah terkait pengawasan distribusi beras impor itu juga. Dan terkait pengendalian harga di pasar itu sebenarnya yang bisa adalah pemerintah, kalau petani ini tidak punya kekuatan melawan tengkulak dan lainnya, apalagi distribusi beras itu sendiri,” tandas politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Bahkan dia melihat untuk kalangan petani-petani kecil yang luasan lahannya tidak sampai satu hektar akan lebih merana lagi. Untuk mendapatkan modal tanam kembali saja terbilang cukup sulit. “Dinilai dari harga jual produk pertanian hampir gak bisa BEP. Artinya, petani masih belum menikmati hasil yang diharapkan. Justru harapan kita pemerintah memproteksi petani dan kenaikan harga beras dinikmati petani,” tandasnya.

Ironisnya, lanjut Amar, Bulog juga tidak bisa berperan banyak dalam masalah ini. Sebab, dalam hal penyerapan gabah dari para petani, Bulog kalah dengan para tengkulak. Untuk melakukan penyerapan atau pembelian gabah, Bulog harus menunggu perintah terlebih dulu, selain itu Bulog juga tidak memiliki anggaran yang cukup.

“Bulog juga masih menunggu penugasan, kalau ada perintah ya dilakukan. Bahkan tragisnya kalau mau beli beras, (Bulog) pinjam bank dulu sebelum anggaran cair,” tandasnya..

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Mahdi.

Pernyataan senada juga disampaikan Mahdi, Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim yang lain. Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menandaskan bahwa kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini cukup kontradiksi dengan apa yang diterima para petani. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim per 22 Februari 2023 menunjukkan bahwa harga beras bengawan mencapai 12.636 per kilogram, beras mentik Rp 12.138 per kilogram, dan beras IR 64 Rp 10.323 per kilogram.

“Kami mengharapkan pemerintah dan juga satgas pangan untuk turun langsung melakukan fungsinya sebagai pengawas dalam pergerakan harga jangan sampai harga beras di pasar malah dikendalikan oleh para mafia. Demikian juga dengan penyerapan gabah di tingkat petani juga jangan sampai malah menjadi permainan para tengkulak dan mafia,” tandasnya.

Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto.

Anggota Komisi B DPRD, Agus Dono Wibawanto, juga meminta agar satgas pangan turun mengawasi mafia beras di pasaran di Jatim. Mengingat saat ini harga beras terus mengalami kenaikan. Dia juga mendapatkan informasi adanya dugaan salah satu penyebab kenaikan harga adalah akibat sebagian dari beras impor 350 ton dioplos dengan beras lokal kemudian dibungkus ulang dengan merk yang berbeda lalu dijual dengan harga pasaran supaya mendapat keuntungan besar.

Tak hanya itu, dia mendapatkan penyebab mahalnya harga beras juga disinyalir adanya kecurangan di pasaran. “Saya dapat informasi kalau Bulog sudah gencar melakukan operasi pasar dengan harga di kisaran Rp 8300 per kg. Namun harga beras tetap mahal di pasaran. Ini tentunya ada kecurangan di pasaran dan diduga ada mafia beras dibalik ini semua,”katanya.

Melihat fakta tersebut, Satgas pangan harus turun ke bawah dan lakukan penyelidikan dan penyidikan. "Jika ditemukan adanya kartel atau memicu mafia beras, kenakan Undang-Undang Subversif sebab bisa membahayakan negara karena menyangku masalah pangan,” pungkasnya.

Kehawatiran para anggota DPRD Jatim itu pun terbukti di lapangan. Pasalnya, kenaikan harga beras tidak membawa dampak bagi petani karena harga gabah di tingkat mereka dinilai masih cukup murah dan tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Hal ini seperti yang dialami petani di Desa Sumberagung, Kecamatan Kepuhbaru, Kabupaten Bojonegoro. Di kawasan ini, gabah kering giling (GKG) dibeli oleh para tengkulak dengan harga Rp 4.900 per kilogram, sementara pemerintah menetapkan harga batas pembelian atas adalah Rp 5.700 per kilogram dan harga batas pembelian bawah adalah Rp 5.250 per kilogram.

“Iya, untuk harga KG (Kering Giling) memang murah. Kalau harga kering panen biasanya lebih mahal sedikit. Harga kering panen Rp 4.300 per kilogram,” kata Tegar salah satu petani di desa tersebut, Rabu (22/2/2023).

Harga gabah kering panen ini memang lebih tinggi dari batas pembelian bawah yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 4.200 per kilo gram. Namun, masih sangat jauh dari batas harga pembelian atas yaitu Rp 4.450 per kilogram.

Dengan kondisi tersebut, keuntungan para petani padi di Jatim tak seberapa, jika dibandingkan dengan biaya produksinya atau biaya tanam hingga panen maka margin-nya tidak terlalu besar. Tegar menyebutkan untuk sekali tanam biaya yang dibutuhkan dalam satu hectare lahan adalah sekitar Rp 15 jutaan. Biaya tersebut mulai dari harga benih, biaya tenaga kuli tanam, pupuk, perawatan, obat hama, hingga biaya panen dengan menyewa mesin pemanen yang biasa disebut combi.

Sementara dalam satu hektar lahan biasanya akan mampu menghasilkan gabah kering panen antara 6 ton hingga 7 ton. Maka jika harga kering panen yang berlaku didaerah tersebut adalah Rp 4.300 dan dikalikan 6 ton, petani mendapatkan Rp 25.800.000. Setelah dikurangi dengan biaya tanam maka petani mendapatkan Rp 10.800.000. Keuntungan itu didapat setelah petani menunggu dari awal tanam hingga panen sekitar 2,5 bulan.

“Keuntungan akan semakin berkurang lagi ketika petani seperti saya yang tidak memiliki lahan sendiri dan menyewa lahan orang lain. Untuk satu petak sawah yang mungkin hanya sekitar sepertiga hektar harus mengeluarkan biaya sewa Rp 3 juta tiap tahun,” kata Prapto salah satu petani setempat. (*)

Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.