
MALANG (Lenteratoday) – Kota Malang memasuki usia ke-109 tepat pada 1 April 2023. Dengan bertambahnya usia ini, Pemkot Malang terus berkomitmen mewujudkan kota Mandiri, Tangguh, dan Berkelanjutan sesuai tema tahun ini.
Kemandirian Fiskal
Dalam kemandirian fiskal dan percepatan pembangunan, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu buktinya. Strategi yang diambil adalah dengan digitalisasi layanan, intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi, optimalisasi pengelolaan barang milik daerah dan peningkatan kinerja BUMD.
Secara nyata, langkah strategis yang telah dibuat adalah dengan dirilisnya aplikasi Persada, E-SPPT, E-BPHTB, E-Retribusi (Parkir, Pasar, dan Air Limbah) kemudian pembayaran melalui marketplace dan minimarket, digitalisasi berupa QRIS PBB, dan masih banyak lagi. Dikatakan Wali Kota Malang, Sutiaji, bahwa sinergi dengan Kelompok Masyarakat (Pokmas) Sadar Pajak serta kesadaran masyarakat sendiri menjadi faktor pendukungnya.
Komitmen kemandirian fiskal dan percepatan pembangunan di usia ke 109 tahun ini, juga terbukti dengan output yang berhasil diperoleh. Diantaranya yakni PAD 2022 sebesar Rp718,33 Miliar dari total realisasi pendapatan daerah Rp2,171 Triliun. Serta naiknya outcome yang dilihat dari kenaikan rasio PAD dari 0,28 pada tahun 2021 menjadi 0,34 di 2022.

“Potensi (PAD) Kota Malang itu Rp 3 sampai Rp 5 triliun. Mestinya bisa kita mencapai itu. Asal tidak ada kebocoran, kesadaran masyarakat tinggi, dan orientasi nya bukan orientasi memberatkan. Jadi peningkatan pendapatan nanti goalnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Wali Kota Malang, Sutiaji, dalam sambutannya pada acara launching SPPT PBB Kota Malang tahun 2023, Senin (30/1/2023).
Kemandirian Air Baku
Tak hanya mewujudkan kemandirian fiskal, kemandirian air baku juga mengiringi capaian di usia baru Kota Malang. Yakni dengan adanya penuntasan permasalahan kerjasama air dan pembangunan Water Treatment Plant (WTP).
Pada Jumat (30/12/2022), Wali Kota Sutiaji dan Bupati Malang, Sanusi, telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang menjadi tanda penuntasan permasalahan kerja sama sumber air Wendit dan Sumberpitu. Hal tersebut juga dianggap sebagai akhir manis bagi semua pihak pasca pembahasan yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Dalam PKS yang berlaku selama 5 tahun kedepan tersebut, telah diatur penyesuaian nilai kontribusi dan beban pengusahaan antara sumber daya air Wendit dan Sumberpitu. Tak hanya melibatkan 2 pemimpin daerah dalam prosesnya, pembahasan juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Akademisi di bidang sumber daya air.
Tak cukup dengan adanya penuntasan masalah kerjasama air. Keinginan untuk mandiri sumber air baku juga ditunjang dengan pembangunan Water Treatment Plant (WTP) yang bekerjasama dengan Perum Jasa Tirta I. Dalam implementasinya, WTP akan memanfaatkan potensi air permukaan di Sungai Bango dan Metro.

Sedangkan untuk lahan WTP, Pemkot Malang telah menyiapkan 1,8 Hektare dengan kapasitas awal 200 liter per detik. Yang diperkirakan mampu berpotensi optimal 1.500 – 2.000 liter perdetik dan ditargetkan terealisasi pada Agustus 2023 mendatang.
“Ini kan sebenarnya sudah lama kita ingin mandiri sumber air baku. Di awal 200 liter. Nanti tapi kami tingkatkan terus. Harapan kami kedepan semakin ada jaminan bahwa masyarakat tidak akan kekurangan air lagi. Insyaallah Agustus 2023 operasionalnya, kita terus lakukan percepatan,” terang orang nomor 1 di lingkup Pemkot Malang ini, ditemui usai menandatangani kesepakatan bersama tentang penyediaan air bersih bersama di Kota Malang, Sabtu (31/12/2022).
Kemandirian Pangan
Di sisi lain, kemandirian Kota Malang juga diwujudkan dengan membentuk ekosistem ketahanan pangan berdaya, sehat dan terintegrasi.
Dalam hal ini, Kota Malang sebagai daerah urban berkarakter perdagangan, jasa, pariwisata dan ekonomi kreatif, masih memiliki ketergantungan terhadap daerah lain dalam pemenuhan kebutuhan pangannya.
Hal ini juga tercermin dari lahan pertanian konvensional di wilayah kota yang relatif terbatas yakni 479 hektar berdasarkan data Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW). Di tengah situasi pandemi dan dinamika inflasi global yang mempengaruhi daya beli masyarakat, Kota Malang dan keterbatasan juga cenderung menghadapi tekanan inflasi dari sejumlah komoditas volatile food seperti cabe rawit, cabe merah dan bawang merah.
Inovasi dalam bidang ketahanan pangan sangat dibutuhkan untuk merespon permasalahan tersebut. Ekosistem ketahanan pangan perkotaan terintegrasi di Kota Malang menjadi sebuah terobosan membangun rantai ketahanan pangan dari hulu hingga hilir berbasis potensi lokal dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.
Pemerintah Kota Malang bersinergi dengan masyarakat kelompok urban farming (KUF) di 57 ,kelurahan, didukung peran Bank Indonesia (BI) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), Akademisi, Media Massa, dan UMKM.
Selain mampu mengendalikan inflasi volatile foods, inovasi ini juga mendorong pemberdayaan masyarakat, menguatkan peran perempuan dalam ketahanan pangan dan pengendalian inflasi, serta meningkatkan kualitas lingkungan hunian perkotaan.
Peran nyata Pemkot Malang dalam pengembangan ekosistem juga diwujudkan dengan diberikannya bantuan sebanyak 7.630 bibit cabai, 19,8 ton pupuk, 1.520 planter bag, dan 82 food grinder (alat pengolah cabai kering), dan lain-lain paket bantuan kepada KUF di 57 kelurahan di Kota Malang.
Hingga tahun 2022, total realisasi anggaran yang dialokasikan mencapai Rp1.955.080,00. Seiring perjalanannya, kolaborasi yang apik juga dilakukan dengan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang diinisiasi Bank Indonesia dan diluncurkan di Kota Malang pada 10 Agustus 2022.
Dimana sebanyak 7.684 bibit cabe dan sejumlah komoditas pangan penyumbang inflasi lainnya senilai Rp 50.000.000, telah dialokasikan BI kepada kelompok urban farming yang telah terdaftar di Sistem Informasi Penyuluh Pertanian Kementerian Pertanian (SIPPKP).
Fokus pada sejumlah volatile foods juga didasarkan pada kajian akademik persistensi inflasi yang dilakukan menunjukkan bahwa cabai merah dan cabai rawit, serta bawang merah masuk Kuadran I (tingkat persistensi tinggi dan tingkat inflasi tinggi).
Sementara itu, aspek lain yang menjadi fokus adalah keselarasan dengan agenda prioritas nasional pengentasan stunting. Hal tersebut direalisasikan dalam inovasi melalui bantuan ternak, alat, dan bimtek peternakan unggas pada 40 KUF.
Adapun benih ikan nila dan lele yang didistribusikan melalui Balai Benih Ikan mencapai 15.800 benih. Hal tersebut didukung pula dengan penyaluran bantuan 124 paket pengolahan produk bagi ibu-ibu anggota KUF, bantuan benih ikan serta sapras bagi 100 pembudidaya.
Prinsip ekonomi hijau atau circular economy, juga turut diintegrasikan sejak hulu, dimana kompos hasil olahan sampah dari TPA Supiturang didistribusikan secara gratis kepada KUF. Dalam prosesnya, seluruh komponen Hexahelix Kota Malang turut berperan. Bersama Pemda, Peran TP PKK menjadi sangat signifikan dalam mendorong tumbuhnya urban farming di pekarangan dan ruang sempit perkotaan.
Selain itu, metode budidaya juga terus dikembangkan dengan pendampingan dari perguruan tinggi melalui pelatihan, penyuluhan, dan praktik kerja lapangan.
Bahkan Kelurahan Bakalan Krajan mampu meraih Top 45 Inovasi Terpuji Tingkat Nasional melalui inovasi Si Ikan Nila-nya.
Dalam pelaksanaan urban farming, berbagai komoditas telah dihasilkan seperti hortikultura sejenis kangkung, bayam, selada, sawi, juga komoditas tanaman toga seperti jahe merah. Tidak kalah penting, komoditas volatile food penyumbang inflasi seperti cabe rawit, cabe merah dan bawang merah.
Tak hanya itu, produk perikanan perkotaan penunjang pencegahan stunting, juga dihasilkan melalui penerapan teknologi sederhana tepat guna, seperti kolam terpal dan budikdamber (tumpangsari) ikan nila dan ikan lele, serta teknik green house.
Dalam penerapannya, proses ini telah memberi manfaat nyata untuk dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar, dilakukan pemasaran produk panen, dan olahan hasil pangan maupun intervensi sosial ke panti asuhan dan lokus stunting.
Dalam segi pemasaran, sejumlah event seperti festival pangan dan lomba urban farming juga turut digelar untuk meningkatkan semangat dan awareness masyarakat terhadap kemanfaatan pertanian perkotaan.
Lebih lanjut, kesemuanya turut disinergikan dengan pemanfaatan teknologi informasi lewat aplikasi marketplace UMKM lokal Kota Malang yakni malpro.malangkota.go.id/ dan aplikasi pendataan berbasis dasawisma yakni samgepunbasa.malangkota.go.id/
Dengan adanya program-program tersebut, setidaknya telah berhasil memunculkan 6 dampak positif.
Pertama, meningkatnya kemandirian pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, melalui kenaikan produksi volatile food, seperti cabai (besar dan keriting) dari 757 Kuintal di tahun 2021, menjadi 1,308 Ton di tahun 2022.
Kedua, meningkatnya ketersediaan sumber protein hewani bagi kecukupan gizi masyarakat. Dalam hal ini, produksi ikan Kota Malang naik dari 125 Ton di tahun 2021 ke angka 147 Ton di tahun 2022, atau setara dengan 17,6 persen. Dampak juga dibuktikan dengan penyaluran bantuan hasil panen pangan dan telur ke 20 Panti Asuhan dengan ratusan penerima manfaat didalamnya, serta pada 9 lokus stunting di Kota Malang.
Lebih jauh, peningkatnya PDRB Sektor Pertanian Kota Malang juga mengalami peningkatan yakni di tahun 2021 sebesar Rp 198,99 miliar naik menjadi Rp 211,80 miliar, di tahun 2022. Di bidang kesehatan, nampak prevalensi stunting Kota Malang mengalami penurunan dari 14 persen di tahun 2021, menjadi 9 persen di tahun 2022.
Diakhir, dampak positif juga diketahui dengan meningkatnya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jumlah kelompok urban farming dan pembudidaya pun naik dari 73 kelompok di tahun 2021 ke 87 kelompok di tahun 2022.(ADV Diskominfo Kota Malang)
Reporter: santi wahyu/Editor: widyawati