
JAKARTA (Lenteratoday) -Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa konflik di Sudan tidak dapat diselesaikan di medan perang, jadi kedua belah pihak harus menetapkan gencatan senjata permanen.
Guterres menyampaikan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang konflik yang terjadi di Sudan tersebut. "Pihak-pihak yang berkonflik harus menghormati gencatan senjata 72 jam yang ditengahi oleh Amerika Serikat dan bersatu untuk menghentikan permusuhan secara permanen," katanya.
Dia menyerukan untuk menghentikan pertempuran dan membutuhkan upaya habis-habisan untuk bisa tercapai perdamaian.
“Pertempuran harus segera dihentikan. Kami membutuhkan upaya habis-habisan untuk perdamaian,” lanjut Sekjen PBB, seperti dilansir dari TASS, Rabu (26/4/2023).
Lebih lanjut, dia meminta pihak yang bertikai di Sudan untuk membungkam senjata, dan menempatkan kepentingan warganya di depan.
"Saya meminta pihak-pihak yang berkonflik, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan Mohamed Hamdan Daglo 'Hemedti,' dan Angkatan Bersenjata Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat, untuk membungkam senjata. Para pemimpin Sudan berkewajiban untuk menempatkan kepentingan orang-orang mereka di depan dan di tengah," tambahnya.
Guterres menyatakan bahwa pimpinan misi PBB di Sudan akan tetap berada di negara itu untuk memberikan bantuan kepada penduduknya.
"Kepemimpinan PBB di Sudan, yang dipimpin oleh Perwakilan Khusus saya Volker Perthes, tetap berada di negara itu. Kami membangun hub di Port Sudan untuk memungkinkan kami terus bekerja dengan mitra kami dalam mendukung perdamaian dan meringankan penderitaan kemanusiaan," lanjutnya.
Guterres sebelumnya mengatakan PBB mengatur ulang misinya di Sudan, membawa ratusan staf PBB dan anggota keluarganya ke tempat yang lebih aman.
Pertikaian di Sudan meningkat setelah terjadi ketidaksepakatan antara panglima militer Abdel Fattah al-Burhan, yang juga mengepalai Dewan Kedaulatan yang berkuasa, dan Kepala Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Mohamed Hamdan Dagalo yang dikenal sebagai Hemedti wakil al-Burhan di dewan.
Pertikaian utama antara kedua organisasi militer tersebut terkait dengan pembentukan angkatan bersenjata Sudan yang bersatu. Pertikaian itu dimaksudkan untuk menentukan siapa yang harus menjadi panglima tertinggi angkatan darat, seorang perwira militer, yang merupakan opsi didukung oleh al-Burhan, atau presiden sipil terpilih, seperti yang ditekankan Dagalo.
Bentrokan antara dua militer di Sudan pecah di dekat pangkalan militer di Merowe dan di Ibu Kota, Khartoum, pada 15 April 2023. Menurut Kementerian Kesehatan negara itu, lebih dari 600 orang telah tewas di negara itu sejak konflik pecah.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa konflik tersebut telah merenggut sekitar 450 nyawa, dan lebih dari 4.000 orang terluka.
Tak ada tanda-tanda negosiasi
Utusan PBB untuk Sudan Volker Perthes mengatakan bahwa tidak ada tanda-tanda dari pihak-pihak yang bertikai di Sudan siap bernegosiasi untuk merundingkan penghentian pertempuran.
Meski gencatan senjata 72 jam ditetapkan, bentrokan bersenjata dilaporkan terjadi di lokasi-lokasi strategis di Sudan, dan di Ibu Kota Khartoum, serta tempat lainnya.
Dia mengatakan pada pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York City bahwa kedua belah pihak dalam konflik percaya bahwa dapat mengamankan kemenangan, pada Selasa (25/4/2023).
“Belum ada tanda tegas bahwa keduanya siap untuk bernegosiasi secara serius, yang menunjukkan bahwa keduanya berpikir bahwa mengamankan kemenangan militer atas yang lain adalah mungkin,” kata Perthes, mengutip Bisnis (*)
Editor: Arifin BH