20 April 2025

Get In Touch

Dalang Wanita di Pagelaran Wayang Kulit Maraton Babad Kediri Berterimakasih ke Mas Dhito

Asrining Kusuma Anindya Kharisma dani saat mendalang di Pagelaran maraton wayang kulit HUT ke-1219 Kabupaten Kediri lakon Babad Kediri.
Asrining Kusuma Anindya Kharisma dani saat mendalang di Pagelaran maraton wayang kulit HUT ke-1219 Kabupaten Kediri lakon Babad Kediri.

KEDIRI (Lenteratoday) - Pada pagelaran maraton wayang kulit memperingati HUT ke-1219 Kabupaten Kediri selama 72 jam (3 hari) menceritakan lengkap Babad Kediri di Lapangan Papar menampilkan 1 dalang wanita di antara 12 dalang yang unjuk kebolehan di acara yang diadakan Pemkab Kediri bekerjasama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi).

Dalang wanita yang berhasil memukau penonton saat memainkan wayang kulit itu adalah Asrining Kusuma Anindya Kharismadani. Dalang yang tercatat sebagai mahasiswi semester akhir Jurusan Pedalangan Fakultas Senin Pertunjukan ISI Surakarta adalah dara asli Kabupaten Kediri.

Terlahir 10 Juli 1999 dari pasangan suami istri Anjar Siswanti dan Sungkono, warga Dusun Gebangkerep RT 02 RW 08 Desa / Kecamatan Tarokan. Bakat seni menurun dari ibundanya yang merupakan guru seni budaya di SMP Negeri 2 Tarokan. Saat duduk di bangku SMP, dia pun mulai tekun berlatih tari.

“Saya sangat berkesan dengan acara ini, even besar di Kediri. Tampil dengan dalang-dalang senior, luar biasa menurut saya. Terima kasih Mas Dhito, atas kesempatan diberikan kepada kami berpartisipasi dalam acara Hari Jadi Kabupaten Kediri,” tutupnya.

Meski masih minim jam terbang, tidak membuat Asrining grogi tampil bersama dalang-dalang senior. Mahasiswi ini semula menggeluti seni tari, tapi kecelakaan yang dialami menjadikan banting setir menekuni seni pedalangan.

“Waktu kecil minat ke seni tari. Lalu SMP kelas 2, waktu pulang study tour, masih mengantuk di bonceng bapak, jatuh kecelakaan patah tulang tangan kanan. Terus sama ibu tidak boleh melanjutkan tari, padahal cita-cita masuk SMK seni tari. Ibu takut aku tidak bisa olah tubuh, seperti push up, dan gulung-gulung yang dibutuhkan penari,” ungkap Asri.

Asrining Kusuma Anindya Kharismadani.

Akhirnya setelah lulus dari SMP Negeri 2 Tarokan, dia pun melanjutkan di SMK Negeri 12 Surabaya jurusan Seni Pedalangan. “Lalu karena menurut ibu suara saya tidak fals. Disuruh belajar dalang, nanti selesai SMK bila sudah pulih tangannya, diizinkan masuk seni tari. Namun saat SMK kelas 2, ketika magang di ki Sukron Suwondo belajar dalang disana,” terangnya.

Akhirnya dia membulatkan tekad melanjutkan kuliah dan mengambil jurusan seni pedalangan. “Sebenarnya ibu awam terkait seni pedalangan. Rupanya di pedalangan itu lebih kompleks , ada seni musik, tari dan teater. Semula terpaksa tapi lama-lama senang dan menikmati,” jelasnya.

Asri pun mengakui tingkat kesulitan dalang sangat tinggi, karena harus mampu mempraktikkan gerak kaki, tangan, pikiran dan bicara. “Paling berkesan saat tampil pertama kali di Kediri untuk Hari Jadi tahun2019. Biasanya suara seorang wanita itu lebih kecil dari cowok. Apalagi bila mengucakan sosok Patih atau Buto. Wes dalange wedok mesti suarane gak gede, banyak anggapan kurang bisa membawakan,” ucap Asri. (pkp/*)

Reporter: Gatot Sunarko | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.