
JAKARTA (Lenteratoday)-Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan cekal atau dicegah ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan itu telah disampaikan ke Ditjen Imigrasi.
"Pengajuan Pencegahan dari pihak KPK atas nama Hasbi Hasan (Lk). Masa Berlaku Pencegahan: 09 Mei 2023 sampai dengan 09 November 2023," kata Kasubag Humas Ditjen Imigrasi, Ahmad Nursaleh, saat dikonfirmasi, Rabu (10/5/2023).
Plt juru bicara KPK Ali Fikri membenarkan adanya pencegahan terhadap pejabat MA. Pencegahan ini berbarengan dengan adanya penetapan dua tersangka baru dalam kasus suap pengaturan vonis di MA.
Kedua tersangka ialah pejabat MA dan juga pihak swasta. Diduga merujuk kepada Hasbi Hasan dan pihak yang menjadi perantara suap, Dadan Tri Yudianto.
"Cegah ini juga didasari karena kebutuhan penyidikan sekaligus agar pihak dimaksud dapat kooperatif hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung
"Kami berharap yang bersangkutan akan taat pada aturan hukum sehingga proses penyidikan perkara yang saat ini sedang berjalan dapat segera dibawa ke persidangan untuk diuji," ujar Ali.
Belum ada penjelasan detail dari KPK mengenai perkara yang dimaksud. Penyidik masih fokus melengkapi bukti."Kelengkapan alat bukti menjadi prioritas yang terus dikumpulkan untuk melengkapi bukti permulaan yang telah kami miliki," ujar Ali.
Juru bicara MA, Suharto, mengaku belum mengetahui informasi soal penetapan tersangka tersebut."Belum, kita untuk kepastian nunggu saja siaran pers resmi dari KPK terkait penetapan tersangka," ujar Suharto.
Bermula dari OTT Hakim Agung
Kasus ini diduga merupakan pengembangan dari dugaan suap yang sedang diusut KPK. Bermula dari OTT, KPK membongkar adanya praktik dugaan suap pengaturan kasus di Mahkamah Agung. Dua Hakim Agung sudah dijerat sebagai tersangka dalam dua kasus yang berbeda.
Nama Hasbi Hasan pun muncul dalam dakwaan kasus suap pengurusan perkara kasasi di MA. Dalam dakwaan, ada uang Rp 11,2 miliar dari dua pengacara yang menggugat kasasi terkait Koperasi KSP Intidana.
Dalam dakwaan, penghubung Hasbi tersebut bernama Dadan Tri Yudianto.
Hasbi dan Dadan muncul dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno, yang merupakan pengacara dari Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur di Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Disebutkan, Haryanto Tanaka bersama dengan Yosep diduga memberikan suap yakni SGD 200 ribu.
Uang tersebut dibagi-bagi oleh PNS MA yang mengatur pengurusan putusan, agar Budiman Gandi selaku Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam Intidana, dinyatakan bersalah dalam kasus pidana.
Dalam dakwaan, uang itu diterima oleh PNS MA hingga Gazalba Saleh selaku hakim yang mengadili.
Penerima tersebut yakni: Yosep mendapat SGD 90 ribu; Nurmantyo Akmal mendapat SGD 9.700; Desy Yustria mendapat SGD 39.700; Redhy Novarisza SGD 40.600; dan Gazalba sendiri diduga menerima SGD 20 ribu.
Masih dalam dakwaan yang sama, secara terpisah, Heryanto Tanaka melalui pengacaranya diduga mencari jalur lain agar tujuan kasasi dikabulkan. Salah satunya melalui pertemuan di rumah Pancasila, Semarang, pada 25 Maret 2022.
Jelang putusan kasasi itu, Yosep dan Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto. Ia diduga merupakan penghubung Hasbi Hasan.
"Terdakwa I (Yosep) dan Heryanto Tanaka bertemu dengan Dadan Tri Yudianto yang merupakan penghubung dengan Hasbi Hasan (Sekretaris MA) membicarakan terkait pengurusan perkara Nomor 326 K/Pid/2022 atas nama Budiman Ganti Suparman," kata jaksa KPK dalam persidangan di PN Bandung, Rabu (18/1).
Atas permintaan pengurusan tersebut, Dadan diduga meminta uang kepada Heryanto.
"Heryanto Tanaka memerintahkan NA Sutikna Halim Wijaya untuk mentransfer uang dengan total Rp 11.200.000.000," kata jaksa.
Setelah rangkaian pemberian itu, baik kepada Gazalba dkk dan Dadan, pada 4 April 2022, putusan kasasi keluar. Budiman dinyatakan bersalah dan divonis 5 tahun penjara.
Belum diketahui ke mana saja uang Rp 11,2 miliar itu mengalir. Apakah terhenti di Dadan atau ke pihak lain. Sebab dalam dakwaan tidak dirinci soal hal tersebut.
Dadan maupun Hasbi Hasan belum berkomentar mengenai penyebutan nama mereka di dalam dakwaan.
Dalam persidangan di PN Bandung, Heryanto Tanaka, mengeklaim uang Rp 11,2 miliar itu bukan suap, tetapi untuk bekerja sama bisnis skincare dengan Dadan.(*)
Reporter:dya,rls/Editor: widyawati