24 April 2025

Get In Touch

Singgung soal Korupsi Lagi, Mahfud Sebut dari 1.200 Koruptor Sebanyak 1.044 Sarjana

Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Mahfud Md, saat memberi sambutan di Dies Natalies Universitas Malikussaleh ke 54 di Gedung. GOR Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Senin (12/6/2023). (ist.YoutubeKemenkopolhukam)
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Mahfud Md, saat memberi sambutan di Dies Natalies Universitas Malikussaleh ke 54 di Gedung. GOR Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Senin (12/6/2023). (ist.YoutubeKemenkopolhukam)

ACEH (Lenteratoday)-Menko Polhukam Mahfud MD lagi-lagi menyinggung soal situasi korupsi Indonesia saat ini. Saat menyampaikan orasi dalam acara dies natalis ke-54 Universitas Malikussaleh Aceh pada Senin (12/6/2023), Mahfud sempat mengatakan mayoritas koruptor bergelar sarjana.

Dalam awal sambutannya, Mahfud juga menyebut negara Indonesia saat ini sedang sakit."Saudara saya ingin mulai dengan satu statement yang kadang kala mengagetkan," kata Mahfud dilihat melalui Youtube Kemenko Polhukam."Universitas Malikussale ini perguruan tinggi, Indonesia sekarang ini sekarang sedang dilanda oleh penyakit yang sangat berbahaya yakni penyakit korupsi," tambah dia.

Eks Ketua MK ini kemudian mengungkap berapa jumlah koruptor di Indonesia. Jumlahnya mencapai ribuan. "Jumlahnya 1.200 orang. Jadi banyak kejahatan, jumlah koruptornya itu 1.200," ucap dia tak merinci periode waktunya.

Lebih jauh, Mahfud mengatakan, dari 1.200 koruptor, 87 persen merupakan lulusan sarjana. "87 persen atau 1.044 orang koruptor itu sarjana," kata dia.

Meski begitu, Mahfud mengatakan jumlah koruptor ini tidak sebanding dengan jumlah kaum terpelajar di Indonesia. Sebab, masih banyak sarjana yang bersih dan tidak menjadi koruptor."Dari 17 juta sarjana, koruptornya hanya 1.044 berarti itu 0,0006 persen. 1 persen masih pecah," kata Mahfud.

Sebelumnya di kawasan Sarinah Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (11/6/2023) , Mahfud mengungkapkan korupsi di Indonesia makin menggila melampaui era awal Orde Baru.Ia menyebut indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada awal Orde Baru masih rendah, yakni di angka 20. Namun, setelah itu terus merangkak naik hingga tahun lalu menyentuh angka 34. Disebutkan di DPR terjadi transaksi-transaksi di balik meja. Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan terjadi jual beli perkara. Kondisi serupa dikatakan terjadi di pemerintahan serta birokrasi. Ada banyak penyusup di kementerian/lembaga dan seleksi pejabat pesanan.(*)

Reporter:dya,rls | Editor: widyawati | Garfis: Paulus

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.