20 April 2025

Get In Touch

Geruduk Rektorat, Aliansi Mahasiswa UB Tuntut Kebebasan Berpendapat hingga Pencegahan Kekerasan Seksual

Nampak Aliansi Mahasiswa (Amarah) Brawijaya saat melangsungkan aksi demo di depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya, Kamis (22/6/2023).(Istimewa)
Nampak Aliansi Mahasiswa (Amarah) Brawijaya saat melangsungkan aksi demo di depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya, Kamis (22/6/2023).(Istimewa)

MALANG (Lenteratoday) - Aliansi Mahasiswa (Amarah) Brawijaya, yang terdiri dari sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Rektorat UB, Kamis (22/6/2023). Aksi ini merupakan kelanjutan dari perdebatan antara Eksekutif Mahasiswa (EM) UB dengan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kewirausahaan Mahasiswa UB, Setiawan Noerdajasakti.

Dalam aksinya, puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas dan organisasi tersebut nampak mengenakan jas almamater UB dan memadati depan lobi Gedung Rektorat sejak pukul 11.00 hingga 13.00 WIB. Tujuan aksi ini adalah agar Wakil Rektor III UB bersedia menandatangani Piagam Kedaulatan Mahasiswa Brawijaya yang berisi sejumlah tuntutan.

"Kami menuntut Wakil Rektor III mengembalikan hak kedaulatan dan kebebasan berpendapat serta berekspresi mahasiswa. Kami juga menuntut pencabutan dan revisi isi Peraturan Rektor Nomor 90 Tahun 2022 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepengurusan organisasi kemahasiswaan," ujar koordinator lapangan (korlap) aksi, Ferryawan Dwi Saputra, saat ditemui dalam aksi demonya.

Ferry menekankan, fakta-fakta di lapangan telah banyak menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan selama ini, bertentangan dengan prinsip demokrasi mahasiswa UB. "Kemudian juga Peraturan Rektor Nomor 34 Tahun 2023 tentang pengenalan kehidupan kampus yang seharusnya sesuai prinsip demokrasi mahasiswa," tambahnya.

Selain itu, aliansi mahasiswa tersebut juga menuntut penuntasan kasus kekerasan seksual di lingkup kampus sesuai prosedur dan tanpa intervensi dari pihak manapun. Mereka meminta Wakil Rektor III untuk mengarahkan wakil dekan dalam membentuk peraturan pencegahan kekerasan seksual dan perundungan serta menahan oknum-oknum yang menghalangi penuntasan kasus tersebut.

Tak cukup di situ, tuntutan lainnya juga disampaikan berkaitan dengan realisasi janji kebijakan hasil advokasi program Mahasiswa Membangun Desa (MMD). Sedangkan poin tututan terakhir, massa aksi menuntut agar Wakil Rektor III dapat memenuhi hak administrasi dan keuangan mahasiswa yang berprestasi.

Poin-poin tuntutan tersebut disampaikan oleh koordinator lapangan saat Wakil Rektor III bertemu dengan mahasiswa di depan lobi Gedung Rektorat UB. Namun, proses penandatanganan komitmen antara Wakil Rektor III dan mahasiswa tidak berjalan lancar. Mahasiswa tidak memberikan kesempatan kepada Wakil Rektor III untuk berbicara di depan mereka.

Menyikapi hal tersebut, Wakil Rektor III lantas menyatakan bahwa pihaknya perlu mempelajari lebih lanjut mengenai poin-poin tuntutan yang diajukan. Sehingga tidak dapat melakukan penandatanganan di depan massa aksi. "Saya tidak dapat menandatangani saat ini. Saya perlu mempelajarinya terlebih dahulu," ujar Setiawan Noerdajasakti.

Karena penolakan Wakil Rektor III untuk menandatangani piagam, para mahasiswa akhirnya membubarkan diri dan berkomitmen akan melakukan ekskalasi pada pergerakan mahasiswa berikutnya.(*)

Reporter: Santi Wahyu/Editor: widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.