
SURABAYA (Lenteratoday) - Komisi C DPRD Kota Surabaya kembali agendakan rapat dengar pendapat atau hearing permasalahan tanah dan bangunan di Jl. Dukuh Pakis IV-A Surabaya, pada Senin (28/8/2023). Hearing ketiga kali ini belum bisa dikatakan selesai, namun melahirkan titik terang baru.
Pada hearing sebelumnya yang dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus slalu, resume mengatakan bahwa Kantor Pertanahan Surabaya 1 dan Lurah Dukuh Pakis diminta membawa Buku Riwayat Tanah dan Warkah Sertifikat Hak Milik No. 594, yang merupakan sertifikat tanah pada rumah warga yang dieksekusi dan dirasa janggal. Maka pada rapat ini, pihak yang bersangkutan telah membawa Buku Riwayat Tanah tersebut, dan bersama Komisi C membahas apa yang ada di dalamnya
"Sudah membawa buku, tetapi dalam klausul-klausul setelah kita pelajari, terutama untuk klausul Menimbang, itu ternyata disampaikan bahwa warga pernah menerima ganti rugi. Yang kedua, Lurah Dukuh Pakis pernah mengeluarkan surat ini dan itu," ungkap Baktiono, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya.
Dari hasil menimbang tersebut, salah satu warga sesepuh di Dukuh pakis IV-A bernama Ramun dengan usia 80an yang juga hadir pada rapat hari ini mengaku belum pernah sama sekali menerima uang ganti rugi.
"Tapi kalau menurut apa yang disampaikan warga itu, warga sama sekali belum pernah melakukan gugatan apapun sesuai dengan informasi Pak Ramun yang masih hidup, termasuk menerima ganti rugi apapun, sesuai klausul yang dalam buku pertanahan. Kalau itu tidak terpenuhi maka sertifikat tersebut bisa untuk ditinjau kembali," lanjutnya.
Begitupun soal Lurah yang telah mengeluarkan surat, yang telah dikatakan Baktiono. Lurah dan Kantor Pertahanan Surabaya I belum menyiapkan surat-surat tersebut pada hearing ini. Maka Kantor pertanahan Surabaya I diminta mencari bukti tersebut. Mengingat bahwa dahulu Kantor Pertanahan Surabaya atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi satu, namun sekarang telah dipisah.
Meski belum bisa menyelesaikan kasus hari ini, Jagad Hariseno, Tim Kuasa Hukum warga mengakui bahwa tidak bisa hanya satu atau dua hari menyelesaikan ini. Namun ia mengungkapkan, hearing dengan DPRD Kota Surabaya sebagai langkah kedua ini bisa membuka titik terang, yang mungkin nantinya dugaan itu bisa dijadikan dasar gugatan untuk meninjau kembali atau bahkan membatalkan sertifikat hak milik nomor 594.
"Yang pertama sebetulnya untuk proses hukum, jadi kami dari tim advokasi hukum mendampingi warga, proses hukumnya itu yang pertama tetap kita mengajukan ke pengadilan negeri, dan selanjutnya tidak menutup kemungkinan kami pun kalau juga menemukan temuan-temuan baru atau novum, itu akan kami ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN," jelas Seno.
Kembali soal kesaksian Ramun yang mengaku tidak pernah mendapat ganti rugi, pada Hearing kali ini juga dibuat surat kesaksian sebagai lampiran Berita Acara atau resume rapat hari ini.
"Pak Ramun sudah dibuatkan surat kesaksian. Sudah ada surat kesaksian ditandatangani di atas materai sebagai lampiran. Tidak terlalu kuat, tapi paling tidak itu ketika di persidangan memperkuat dasar kenapa kita harus menghadirkan kembali Pak Ramun sebagaiwarga saksi yang sesepuh," ungkap Seno.
Seno melnjutkan, dalam proses hearing ini, karena semangatnya musyawarah, maka terbukalah dokumen satu persatu. Ia juga berharap pihak BPN, aparatur Pemkot Surabaya, juga para anggota dewan tetap bisa mendukung hingga selesai, hingga terkuak semua dokumen, karena ini bisa menjadi salah satu contoh, bahwa tidak menutup kemungkinan seperti sertifikat yang merugikan warga itu tidak sepenuhnya selalu benar, dan ada juga kesalahan. Hal ini juga bisa menjadi pencitraan bagi Pemerintah sendiri di era Presiden Jokowi ini, bahwa jika memang mau membela rakyat, maka inilah saatnya.
"Sehingga tidak hanya memanfaatkan di jalur pengadilan. Kita manfaatkan di jalur hearing. Tidak menutup kemungkinan kami juga akan laporan di kepolisian ataupun kejaksaan dengan semangat tidak menyalahkan atau mencari kesalahan siapa-siapa, tapi untuk membela kepentingan warga. Karena kami dari Posko Pandegiling sudah dapat perintah dari Ketua Umum kami, bahwa kami harus mendampingi rakyat justru saat mereka sedang menangis," pungkasnya. (*)
Reporter : Jannatul Firdaus | Editor : Lutfiyu Handi