
SURABAYA (Lenteratoday) - Pembunuhan terhadap warga keturunan Arab di Israel kembali terjadi. Satu yang terdiri atas lima orang, tewas ditembak di rumah mereka di Israel, Rabu (27/9/2023). Ini merupakan gelombang terbaru pembunuhan terkait kejahatan di komunitas Arab Israel yang telah mencapai puncak baru tahun ini.
Penembakan terhadap lima orang tersebut, termasuk seorang wanita dan dua remaja, di kota utara Basmat Tab'un terjadi setelah insiden terpisah di mana seorang pria berusia 50 tahun terbunuh pada pagi harinya.
Lebih dari 180 warga keturunan Arab di Israel terbunuh dalam kekerasan terkait kejahatan sejak bulan Januari yang menjadi angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir dalam serentetan pembunuhan yang terus berlanjut tanpa terkendali. Kejadian tersebut memicu tuduhan bahwa pemerintahan nasionalis religius pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengabaikan pertumpahan darah tersebut.
“Israel mempunyai kemampuan, pemerintah Israel memahami apa yang perlu dilakukan, semua orang memahami apa yang perlu dilakukan, tapi tidak ada kemauan dan kepemimpinan,” kata Mansour Abbas, pemimpin salah satu partai yang mewakili minoritas Arab di Israel.
Para wali kota di kota-kota dengan penduduk Arab menuduh pemerintah dan polisi sengaja mengabaikan komunitas mereka dan membiarkan penjahat bertindak tanpa mendapat hukuman. Mereka menolak bekerja sama dengan Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir, yang pernah mendukung terorisme dan hasutan anti-Arab, dan menuntut agar Netanyahu melakukan intervensi.
Ketika Israel menghadapi krisis politik terburuk dalam beberapa dekade, akibat upaya Netanyahu untuk melakukan perubahan yang memecah-belah dalam sistem peradilan. Warga keturunan Arab mengatakan runtuhnya keamanan pribadi di komunitas mereka harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Ben-Gvir menolak tuduhan tidak adanya tindakan. Dia mengatakan pemberantasan kejahatan merupakan agenda utama dan polisi telah meningkatkan aktivitas pemberantasan kejahatan, termasuk penyitaan senjata dan dana dari kelompok kriminal.
“Sebagai polisi, kami akan melakukan segalanya untuk menemukan para pembunuh,” kata juru bicara polisi Eli Levi kepada wartawan di lokasi kejadian pada hari Rabu (27/9/2023).
Warga etnis Arab, sebagian besar adalah keturunan Palestina yang tetap tinggal di Israel selama eksodus massal pengungsi dalam perang tahun 1948 seputar pembentukan Israel, merupakan seperlima dari populasi negara tersebut.
Selama berpuluh-puluh tahun mereka menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi, sekolah-sekolah yang didanai dengan buruk, dan kota-kota yang penuh sesak dan tidak memiliki layanan kesehatan. Mereka mengatakan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua dibandingkan dengan warga etnis Yahudi Israel. (*)
Sumber : reuters/tempo | Editor : Lutfiyu Handi