22 April 2025

Get In Touch

Kontroversi Pembebasan Lahan di Exit Tol Madyopuro: Konsinyasi Dicabut, Ahli Waris Pertanyakan Konsistensi Pemkot

Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, saat ditemui awak media Jumat (3/11/2023). (Santi/Lenteratoday)
Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, saat ditemui awak media Jumat (3/11/2023). (Santi/Lenteratoday)

MALANG (Lenteratoday) - Kontroversi terkait pembebasan lahan di Exit Tol Madyopuro, Sawojajar Kota Malang masih berlanjut. Putusan hasil sidang Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang terkait eksekusi lahan cucian mobil depan Exit Tol Madyopuro, menyatakan bahwa uang konsinyasi telah dicabut oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.

Merespon sidang putusan tersebut, Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengaku dirinya baru mengetahui pencabutan konsinyasi Jumat (3/11/2023) hari ini, setelah sidang putusan digelar pada Kamis (2/11/2023) kemarin. Wahyu menyebut, pihaknya akan meminta penjelasan lebih lanjut mengenai alasan pencabutan tersebut dari pihak terkait, seperti Sekda, bagian hukum, serta dinas terkait.

"Itu saya baru tahu hari ini. Nanti saya akan tanyakan pertimbangannya apa. Sampai sekarang ini saya belum menerima laporan yang masuk. Tadi pagi saya sudah memanggil Pak Sekda untuk merapatkan terkait hal tersebut," ujar Wahyu, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (3/11/2023).

Setelah mengantongi alasan mengapa pencabutan konsinyasi dilakukan, Wahyu menyebut pihaknya akan melakukan percepatan pembebasan lahan ini. Serta berkomitmen untuk mengikuti alur di pengadilan.

"Terkait dengan pencabutan dari konsinyasi ini saya masih akan melihat lebih dalam terkait laporannya. Kalau menurut saya, apa yang disampaikan oleh Tim dari Pemkot kemarin sudah siap, tapi yang jelas hal-hal lainnya akan saya dalami dulu. Yang jelas apapun keputusannya dari pengadilan akan kita lakukan," tegasnya.

Di sisi lain, pihak ahli waris lahan cucian mobil depan Exit Tol Madyopuro, melalui kuasa hukumnya, Wahab Adhinegoro. Mempertanyakan terkait pencabutan konsinyasi oleh Pemkot Malang ini. Wahab menduga bahwa pencabutan ini terjadi karena proses pengadilan hampir mencapai putusan, yang menurutnya bisa menjadi tanda ketakutan Pemkot Malang terhadap kemungkinan kekalahan atas tuntutan pembebasan lahan ini.

"Semua ini gara-gara Pemkot tidak konsisten. Andai kata konsisten, 2016 itu sudah selesai perkara ini. Karena pada saat itu ada kesepakatan klien saya dapat ganti rugi separo harganya Rp 1 miliar 7 ratus sekian juta, itu di 2016. Terus dikasih uang DP Rp 250 juta, ini menurut keterangan ahli waris," ujar Wahab.

Setelah pihak pemkot membayarkan uang muka senilai Rp 250 juta, Wahab mengaku bahwa sisa pembayaran belum tuntas hingga tahun 2020. Usai melalui beberapa perundingan, menurutnya sebuah MoU disepakati pada Januari 2022 untuk menyelesaikan masalah ini melalui penunjukan appraisal.

Namun, Wahab menyatakan bahwa Pemkot Malang menunjuk appraisal yang tidak sesuai dengan pilihannya, yang mengakibatkan penolakan dari ahli waris.

"Pada 12 Januari 2022, pemkot menunjuk appraisal 6 orang itu. Dari 6 orang ini kemudian saya tunjuk yang nomor 6, yaitu appraisal bernama KJPP Satria Iskandar Setyawan dan Rekan, dari Jakarta. Tiba-tiba di Agustus 2023, kami menerima hasil appraisal dari KJPP Karmanto dan Rekan, yang tidak kita tunjuk, dengan nilai Rp 491 juta. Itu kita tolak. Setelah kita tolak, pemkot kemudian mengajukan permohonan yang sekarang dicabut itu," jelasnya.

Diakhir, Wahab menekankan bahwa penyelesaian kasus ini tergantung pada konsistensi Pemkot Malang dalam memenuhi janjinya serta pemahaman yang jelas tentang kepemilikan aset. Ia mengatakan bahwa jika Pemkot dapat membuktikan bahwa lahan tersebut merupakan aset Pemkot Malang, maka pihaknya siap untuk menyerahkan tanpa ganti rugi.

"Saya tekankan, kalau mereka bisa membuktikan ini memang asetnya pemkot, kita serahkan tanpa ganti rugi. Tapi saya yakin ya bukan asetnya," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor:widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.