Oleh: I Gede Alfian Septamiarsa, S.Sos., M.I.Kom
DI era digital seperti saat ini, praktisi humas telah beradaptasi dengan berbagai ruang digital. Diantaranya situs web, aplikasi online, YouTube, situs media sosial Facebook, Instagram, dan LinkedIn, blog, atau podcast.
Media-media ini memungkinkan transformasi peran PR menjadi tonggak komunikasi melalui kreativitas dan inovasi dalam penyampaian informasi kepada publik.
Begitu juga tren penggunaan artificial intelligence (AI) yang semakin meningkat dalam berbagai sektor. Begitu juga dengan praktisi humas di Indonesia mulai memanfaatkannya dalam pekerjaan sehari-hari.
Peran AI telah digunakan untuk menganalisis data serta mengidentifikasi tren di dunia kehumasan. AI digunakan juga untuk menelusuri dan mengukur dampak program kehumasan. Otomasi oleh bot dikerahkan sebagai layanan pengguna 24 jam.
Pemanfaatan teknologi AI akan memudahkan praktisi humas meningkatkan komunikasi dengan publik. Selain itu pemanfaatan merupakan ciri utama transformasi humas di era industri 4.0.
Berdasarkan data Chartered Institute of Public Relations 2022 menunjukkan, peluncuran ChatGPT menjadi pencetus pengembangan AI di dunia public relations.
Adanya bantuan kecerdasan buatan atau robot reporters dapat semakin memudahkan jurnalis berfokus pada konten yang didasarkan pada riset, data, serta humanisme yang kuat.
Seperti yang diungkapkan riset dari Chartered Institute of Public Relations (CIPR), terdapat lima manfaat AI yang dapat membantu aktivitas praktisi humas. Antara lain, pertama penyederhanaan tugas. Teknologi AI memiliki kemampuan untuk menyederhanakan tugas humas. Misalnya, perangkat Wires Services dapat digunakan untuk mendistribusikan rilis ke berbagai media.
Kedua mendengarkan. Maksudnya di sini yaitu teknologi AI berfungsi untuk mengidentifikasi pendapat dan persepsi audiens terhadap produk, layanan, atau bahkan kebijakan atau social listening. Dengan kemampuannya itu, AI dapat menganalisis komentar, jangkauan rilis konten, hingga engagement di media sosial.
Ketiga, optimalisasi tugas. Dalam hal ini, humas dapat mempergunakan beberapa tools dari 26 perangkat AI yang berfungsi melakukan optimalisasi tugas (automation of task) humas, seperti Hootsuite, Tweetdeck, Sprout Social, Audience, Conversocial, My Convento, dan sebagainya.
Keempat, pengukuran data terstruktur. Kemampuan yang dimiliki teknologi AI ini mampu mengukur data yang bersifat terstruktur. Antara lain, membuat konten, mengurasi konten, mengidentifikasi tren, hingga menghasilkan laporan dan informasi yang komprehensif.
Data tersebut dapat digunakan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Adapun AI yang berfungsi sebagai pengukuran data terstruktur seperti Google Analytics, Trackr, dan sebagainya.
Kelima, pengukuran data tak terstruktur. Kebalikan dari poin keempat, teknologi AI juga memiliki kemampuan untuk mengukur data yang bersifat tidak teratur. Misalnya, chatbot yang mampu menjawab secara langsung terhadap sejumlah informasi.
Namun praktisi humas tidak boleh sepenuhnya mengandalkan teknologi tanpa kendali. Sebab sisi negatif digitalisasi juga terasa ketika kita dihadapkan dengan polarisasi, penipuan, dan keresahan akibat disinformasi yang mudah tersebar lewat media digital. Apalagi ketika masuk di era society 5.0 tidak hanya menggunakan teknologi tinggi dalam pekerjaan, tetapi juga memasukkan unsur kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Adanya teknologi AI dapat membatasi interaksi di antara sesama manusia. Terlalu bergantung pada AI dikhawatirkan dapat mereduksi kemampuan humas dalam berkomunikasi dan membangun hubungan dengan audiens.
Selain itu terkait keamanan data, teknologi AI dapat membuat data dan informasi terkait kehumasan menjadi lebih terbuka dan rentan terhadap serangan siber. Oleh karena itu, humas harus mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi data dan informasi.
*Pranata Humas Ahli Muda Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur
.jpg)
