
JAKARTA (Lenteratoday)-Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Publisher Rights dalam acara Puncak Peringatan Hari Pers Nasional 2024 di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (20/2/2024). Perpres ini diharapkan dapat mendukung keberlanjutan industri media-media nasional, serta kerja sama yang lebih adil antara perusahaan pers dan platform digital dengan kerangka hukum yang jelas.
Publisher Rights merupakan aturan yang mewajibkan perusahaan internet seperti Google hingga Meta (Facebook, Instagram, dan WhatsApp) untuk menegosiasikan kesepakatan komersial dan membayar media massa Indonesia untuk konten berita yang tayang di platformnya.
Saat aturan berlaku, platform digital tak bisa lagi secara bebas mengambil berita dari media. Dengan regulasi tersebut, media dapat menuntut perusahaan internet yang menggunakan konten mereka untuk bagi hasil keuntungan, misalnya dengan Google, Facebook, hingga TikTok.
Aturan semacam Publisher Rights ini juga sudah diterapkan di sejumlah negara. Di antaranya Kanada dengan nama peraturan Online News Act/Bill C-18 hingga Australia dengan aturan News Media Bargaining Code.
Di Australia, pemerintah mulai menggodok News Media Bargaining Code dengan meminta masukan dan rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Australia (ACCC) pada April 2020. Aturan ini kemudian mulai berlaku pada Maret 2021.Setelah aturan berlaku, Google dan Facebook (Meta) menyepakati perjanjian komersial sukarela dengan sejumlah besar media berita di Australia.
ACCC, di antaranya, memberikan izin kepada Country Press Australia pada 5 Agustus 2021 dan Commercial Radio Australia pada 29 Oktober 2021, melakukan tawar-menawar dengan Google dan Facebook mengenai bagi keuntungan atas konten berita yang ditampilkan di platform tersebut, tanpa melanggar undang-undang persaingan usaha Australia.
Banyak pihak, termasuk ACCC, menilai kebijakan tersebut telah berhasil hingga saat ini. Sebab lebih dari 30 perjanjian komersial antara platform digital (Google dan Meta) dengan berbagai bisnis berita di Australia telah dicapai.
Meski di satu sisi, keuntungan bagi media kecil hingga menengah masih terbatas. Google dan Meta lebih mudah membuat perjanjian dengan perusahaan-perusahaan media besar di Australia, seperti News Corp Australia, Nine-Fairfax, ABC, dan Seven. Biasanya, media-media tersebut dapat lebih cepat meneken perjanjian dengan lebih menguntungkan.
Online News Act/Bill C-18 di Kanada
Di negara lain, Google sempat merasa keberatan dengan Bill C-18 Kanada yang berlaku mulai Juni 2023. Sebab, regulasi tersebut lebih ketat ketimbang Undang-Undang Berita Online di Eropa dan Australia.
Mereka menilai menampilkan berita seharusnya bisa dilakukan oleh semua pihak secara gratis di internet, sehingga tak perlu membayar ke pihak penerbit. Namun, kali ini Google sepakat untuk mematuhi aturan Bill C-18 Kanada sehingga batal memblokir berita Kanada.
Kesepakatan Google menaati aturan Bill C-18 ini diduga karena berhasil menegosiasi soal besaran pembayaran untuk media atau penerbit berita lokal. Ini juga telah dikonfirmasi oleh Menteri Warisan Budaya Kanada, Pascale St-Onge.“Setelah diskusi yang cukup alot selama berminggu-minggu, saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami telah menemukan jalan tengah bersama Google untuk penerapan Undang-Undang Berita Online,” ujar St-Onge dalam sebuah pernyataan resmi, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut seorang pejabat Kanada, raksasa mesin pencari itu sepakat untuk membayar sekitar 100 juta dolar AS (sekitar Rp 1,5 triliun) setiap tahun kepada media di Kanada. Bill C-18 ini disahkan pemerintah Kanada pada 22 Juni 2023 dan akan berlaku akhir 2023.
Selain Google, Meta juga berpotensi harus mengikuti Undang-Undang Berita Online ini jika masih mau menayangkan berita Kanada di platform-nya. Namun, juru bicara Meta mengatakan bahwa pihaknya akan tetap memblokir berita Kanada meski Google telah berubah pikiran.
Meski demikian, perjanjian ini tak selalu berjalan mulus. Perselisihan mengenai neighbouring rights telah memperburuk hubungan antara organisasi berita Prancis dan Google dari dua tahun.
Google bahkan sempat didenda sebesar 500 juta Euro terkait perselisihan hak cipta dengan penerbit berita.Google dan Facebook memang sejak awal menentang prinsip publisher rights. Sebab mereka menilai media sudah terekspos di platform mereka dan dipromosikan ke pelanggan.
Sumber:reuters,ist|Editor:widyawati