
SURABAYA (Lenteratoday) - Menjalani ibadah Ramadan sembari belajar di negeri orang menjadi tantangan tersendiri dengan kultur dan suasana yang berbeda.
Hal inilah yang dialami Thohawi Elziyed Purnama drh MSi, dosen Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi yang sedang mengambil studi doktoral di Departemen Zoologi, Institut Sains dan Teknologi, Zooloji Anabilim Dalı, Fen Bilimleri Enstitüsü, Eskişehir Osmangazi Üniversitesi, Turki.
Lantas, bagaimana cara Thohawi menjalankan ibadah puasa di negeri orang? Thohawi bercerita, suasana ramadan tahun ini diselimuti musim dingin dengan suhu berkisar antara -9 hingga 7°C. Sehingga berpuasa selama 14 hingga 15 jam menjadi tak terasa.
"Jam sahur berakhir pada pukul 05.00 dan berbuka pada pukul 20.00 waktu setempat. Lain halnya jika bulan ramadhan jatuh pada musim panas, maka durasi berpuasa akan lebih lama,” tuturnya, Jumat (22/03/2024).
Dalam hal ibadah, Thohawi tetap mencari mana tarawih yang paling efektif seperti pada umumnya. Menurutnya, perbedaan yang signifikan adalah masjid hanya ramai oleh jamaah pria, karena wanita salat di rumah.
Selain itu, sekularisme yang kuat membuat suasana riuh tadarus dan ngabuburit tidak tampak. Bahkan melihat orang makan minum siang hari dalam keramaian pun menjadi hal biasa.
"Tantangan utama yang saya hadapi adalah perbedaan jenis kuliner untuk makan berbuka ataupun sahur. Sahur dengan roti dan keju mungkin sangat cukup bila sudah beradaptasi dengan baik,” ungkapnya.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) ini menuturkan, jika Turki menganut sistem pendidikan European Credit Accumulation and Transfer System dan European Higher Education Area (Bologna Process). Melalui kurikulum tersebut mempertajam kemampuan sesuai minat program studi, kebebasan magang dan bekerja dalam industri.
Dalam hal ini mahasiswa bebas melanjutkan studi dengan konversi mata kuliah melalui program Erasmus. Mahasiswa dapat memilih tugas akhir berupa projek sosial-industri atau tesis.
"Selama Ramadan aktivitas perkuliahan berjalan normal, namun lebih fleksibel dapat dilakukan kapanpun jika ada waktu luang tanpa sistem penjadwalan. Perbedaan hanya pada jam perkuliahan aktif mulai pukul 10.00 hingga 17.00," tuturnya.
“Kalau tidak kuat maka ditinggal tidur atau nonton film. Kebetulan pembimbing menyediakan ruangan yang memang khusus untuk bekerja sekaligus istirahat. Jadi kalau tidak kuat, maka jangan dipaksakan,” tambahnya.
Meski harus menjalani Ramadan jauh dari keluarga, tak membuat Thohawi bersedih hati. Ia mengaku tetap bisa melepas rindu melalui komunikasi jarak jauh.
"Melepas rindu lewat video call dan tak melewatkan liburan musim panas dengan pulang kampung menjadi jawaban," tukasnya. (*)
Reporter: Amanah Nur Asiah (mg) | Editor : Lutfiyu Handi