19 April 2025

Get In Touch

Kenali Dampak, Ciri dan Pencegahan Kekerasan Anak oleh Orang Dekat

Ilustrasi anak korban kekerasan (Pixabay)
Ilustrasi anak korban kekerasan (Pixabay)

SURABAYA (Lenteratoday)- Pada kuartal akhir tahun 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 1056 (58,7 persen) pelanggaran hak anak berasal dari lingkungan keluarga dan pengasuh alternatif.

Terlebih, beberapa waktu yang lalu ramai di media sosial mengenai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengasuh, hingga pelecehan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak.

Lantas, mengapa anak-anak sering menjadi korban kekerasan oleh orang terdekatnya?
Menanggapi hal itu, Dosen Ahli Psikologi Sosial Universitas Airlangga (Unair), Dr Ike Herdiana MPsi Psikolog mengatakan ada banyak faktor yang memengaruhi perilaku tersebut.

“Selain itu, masyarakat kerap menormalisasi kekerasan orang tua terhadap anak berkedok pendisiplinan dan lainnya,” tutur Ike, Senin(15/4/2024).

Ike menjelaskan jika terdapat faktor lain yang mempengaruhi, misalnya saja kemiskinan, kurangnya wawasan, pendidikan rendah dan faktor personal lain. "Pelaku juga bisa saja orang yang memiliki masa lalu buruk, sebagai korban atau berasal dari keluarga yang tidak harmonis, hingga konflik dengan perkawinan,” jelasnya.

Ia mengungkapkan segala perbuatan orang dewasa terhadap anak, akan meninggalkan jejak dan bayang-bayang bagi anak. Jika orang tua dan kerabat terdekat dapat berlaku baik dalam tumbuh kembangnya, pengalaman baik akan terus membersamai anak.

Namun sebaliknya, jika anak mendapatkan perlakuan buruk pada masa tumbuh kembangnya, akan ada bayangan buruk yang terus menghantui anak.

"Dampak psikologisnya akan muncul rasa bersalah, malu dan tidak berdaya. Kemudian, percaya bahwa mereka tidak diinginkan dan tidak layak untuk dicintai atau dihormati, ada rasa takut untuk melakukan sesuatu yang membuat pelaku kesal. Mengalami susah tidur dan konsentrasi, hingga sulit melakukan aktivitas yang sebelumnya mereka sukai,” ungkapnya.

Pada beberapa kasus, pelaku kerap kali mengancam jika korban melapor. Sehingga anak (korban) memilih diam, padahal tidak seharusnya berada terus-terusan di dekat pelaku.

Untuk itu Ike menekankan harus ada langkah penanganan dan pemulihan, agar kejadian tidak terulang kembali. Ada beberapa poin yang perlu dikenali oleh orang tua atau orang terdekat lainnya, sebagai tanda jika anak mengalami tindak kekerasan atau pelecehan.

“Selain jejak fisik, dapat dilihat pada ciri-ciri seperti mimpi buruk, sulit tidur dan mengigau, tampak lebih murung, tiba-tiba menjadi pemberontak, pemarah dan impulsive, takut dengan orang yang memiliki ciri yang mirip dengan pelaku, takut dengan barang yang berhubungan dengan kejadian, hingga tindakan sengaja membahayakan diri,” terangnya.

Kemudian, anak dapat dipindahkan ke rumah aman agar berjarak dari pelaku. Anak tetap perlu didampingi oleh keluarga yang dapat bertanggung jawab atas kondisi anak pasca kejadian.

“Intinya, anak harus dijauhkan dari pelaku, pendampingan piskologis tetap harus dilakukan dan pelaku harus diproses secara hukum,” pungkasnya.

Reporter:Amanah(mg)/Editor:Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.