Lawan Pasal Kontroversial RUU Penyiaran, Organisasi Wartawan Malang Raya Tolak Pembatasan Karya Jurnalistik

MALANG (Lenteratoday) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bersama beberapa organisasi profesi kewartawanan di Malang Raya, dengan tegas menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal kontroversial yang terdapat dalam Draft Rancangan Undang-undang (UU) Penyiaran.
Diketahui, Draft RUU Penyiaran tersebut sejatinya merupakan revisi dari UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Pasal-pasal dalam RUU inisiatif DPR RI ini dianggap dapat membatasi kinerja jurnalis dan mengancam kebebasan pers.
"Upaya pembungkaman terhadap informasi tidak hanya dilakukan oleh individu, tapi dilakukan bersama oleh lembaga perwakilan rakyat," ujar Malik, salah satu orator dalam aksi damai tersebut, Jumat (17/5/2024).
Lebih lanjut, disebutkan perwakilan massa aksi ini bahwa Pasal 42 ayat 2 menjadi salah satu titik perdebatan utama, yang menyatakan bahwa "penyelesaian sengketa jurnalistik akan diurusi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)."
Dimana RUU Penyiaran ini tentu bertentangan dengan UU Pers 40 Tahun 1999 yang menetapkan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik.
Selain itu, disebutkan dalam Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) juga menjadi kontroversial, lantaran melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Dan Pasal 50B ayat 2 huruf (k) yang mengatur larangan terhadap konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.
"Jika kita masih ingin bebas dalam mengangkat isu-isu atau mengungkap kejahatan-kejahatan. Maka tidak seharusnya produk investigasi ini justru dilarang oleh UU," serunya.
Dalam hal ini, baik PWI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) sekali lagi menekankan, pers nasional memiliki hak untuk mencari, mengolah gagasan, serta menyebarluaskan informasi sebagai sebuah karya jurnalistik yang berkualitas tanpa adanya pembatasan terlebih dalam melakukan pemberitaan bersifat investigatif.
Massa aksi juga mengingatkan jika RUU Penyiarah ini disahkan, tak menutup kemungkinan KPI akan memiliki kewenangan yang terlalu besar dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi tugas Dewan Pers.
Sebagai informasi, dalam kegiatan ini juga dilakukan aksi teatrikal yang menggambarkan wujud pembungkaman insan pers, yang sengaja dilakukan oleh anggota wakil rakyat. Usai melaksanakan aksi, perwakilan massa juga menyerahkan Surat Tuntutan kepada perwakilan DPRD Kota Malang dengan harapan dapat tersampaikan kepada DPR RI.
Reporter: Santi Wahyu/Co-Editor: Nei-Dya