19 April 2025

Get In Touch

Peran Penting Keluarga dan Masyarakat dalam Penerapan RUU KIA

Ilustrasi
Ilustrasi

SURABAYA (Lenteratoday) - Keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam penerapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada seribu hari pertama kehidupan resmi disahkan oleh DPR RI. Sebab, dalam penerapannya perlu melibatkan peran keluarga dan masyarakat.

Dr Primatia Yogi Wulandari SPsi MSi Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), mengatakan bahwa peran keluarga dan masyarakat dalam hal ini adalah memberikan dukungan serta komunikasi yang baik. “Salah satunya dengan memberi kesempatan ibu untuk istirahat yang cukup. Misalnya dengan membantu menjaga bayi atau menyelesaikan urusan rumah tangga,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Jumat (7/6/2024).

Selain itu, keluarga dan masyarakat dapat membantu mendengarkan perasaan ibu secara empati. Hal ini karena kondisi fisik dan psikologis ibu yang rentan mengalami stres.

Sementara itu, keluarga dan masyarakat juga harus mewaspadai gejala gangguan psikologis yang dapat terjadi pada ibu. Gejala tersebut seperti tidak bersemangat dalam beraktivitas, emosi yang tidak terkendali dan mudah berubah, sulit konsentrasi dan mudah lupa, tidak mau berinteraksi dengan anak, merasa bersalah atau tidak berharga, merasa cepat lelah, hingga susah tidur. Jika gejala itu terjadi ibu atau orang terdekatnya dapat meminta bantuan profesional.

Namun gejala gangguan itu bisa dicegah dengan berbagai hal. Seperti menceritakan perasaan ibu kepada orang terdekat, mencukupkan waktu ibu beristirahat, jangan ragu untuk meminta bantuan, meluangkan waktu untuk me time atau bersama pasangan, mengelola stres dengan baik, serta menikmati setiap momen dengan anak yang tidak mungkin terulang.

Sementara, pasca cuti melahirkan selama enam bulan, ibu yang bekerja semestinya harus kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa. "Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian sebelum ibu bekerja. Hal itu bertujuan agar ibu tidak mengalami gangguan psikologi saat kembali bekerja," kata Primatia.

Pertama, mendiskusikan dengan suami terkait penjagaan anak saat ibu bekerja. Beberapa opsinya misal menghadirkan pengasuh di rumah, meminta pertolongan orang tua, atau menitipkan di daycare yang berkualitas.

Kedua, melakukan uji coba sebelum ibu kembali bekerja. “Ibu dan anak telah berinteraksi selama enam bulan, keterikatan yang terjadi akan cukup kuat. Melatih anak bisa dengan menitipkannya di daycare beberapa minggu sebelum ibu kembali bekerja,” tutur Primatia.

Ketiga, mempersiapkan asupan bagi anak dengan baik. Jika ibu tetap memberikan ASI maka bisa mempersiapkan peralatan memompa dan menyimpan ASI yang memadai. Tempat khusus untuk memompa ASI juga perlu lingkungan kerja sediakan. Sementara jika anak mengkonsumsi susu formula maka latih anak jauh hari sebelum ibu kembali bekerja. Ini membantu agar anak bisa beradaptasi secara perlahan.

Keempat, memulai obrolan dengan rekan kerja terkait kondisi kantor terkini. Hal ini bisa menjadi langkah awal ibu untuk kembali membiasakan diri dengan lingkungan kerja. “Saat awal ibu mulai kembali bekerja bisa menyesuaikan diri secara perlahan dengan irama serta rutinitas yang baru,” pungkasnya.(*)

Sumber : Rls | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.