
Jakarta - Seraya mengapresiasi kerja tulus para dokter dan tenaga medis di berbagai daerah di Tanah Air, Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono memberikan 600 paket APD secara simbolis kepada Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Daeng M Faqih.
Hal itu diberikan saat audiensi Ikatan Dokter Indonesia dengan FPD (10/6/2020) di ruang rapat FPD Gedung Nusantara Lt 9, Senayan, Jakarta. Selain Daeng dan kolega, acara ini juga dihadiri pimpinan dan anggota FPD seperti Marwan Cik Asan, Dede Yusuf dan Aliyah Mustika.
Bantuan ini bukan yang pertama diberikan FPD dalam rangka penanganan Covid-19. FPD dan Partai Demokrat sudah bergerak sejak wabah merebak Gerakan Nasional Partai Demokrat Lawan Corona dan Gerakan Nasional Partai Demokrat Peduli dan Berbagi.
"Alhamdulillah, sedikit walaupun tidak sebesar pertolongan yang memang dibutuhkan Tanah Air. Kami menggalang support dari internal kader, anggota FPD dan dari jejaring lainnya yang kemudian kita menyerahkan bantuan-bantuan secara langsung dan secara nasional,’’ kata Ibas dalam dialog tersebut.
Dalam audiensi yang dihadiri Ketua Umum IDI Dr. Daeng M Faqih,SH,MH dan kolega, juga para pimpinan dan anggota FPD itu, Ibas juga menyatakan bahwa bantuan-bantuan dari para kader Demokrat serta jaringannya sudah disampaikan langsung kepada masyarakat.
‘’Bantuan yang kami berikan dalam berbagai bentuk seperti APD, masker medis, masker kain, mikro ventilator, sarung tangan, wastafel portable, vitamin, penyemprotan disinfektan, hand sanitizer, sabun cuci tangan, hingga uang tunai dan paket sembako. Keseluruhan, jika dikonversi ya…di atas 220 Milliar.Prinsip kami, orang yang kuat membela dirinya sendiri, tetapi orang kuat yang lebih kuat membela orang lain,’’ kata Ibas.
Ditambahkan, FPD memberikan apresiasi setulusnya kepada para dokter, tim medis dan relawan mewakili ribuan hingga jutaan orang. "Saya juga menaruh hormat yang luar biasa kepada para dokter “pahlawan tanpa tanda jasa” yang berada di garis terdepan dibantu oleh para perawat dan tim medis (terdekat) untuk sama-sama kita memastikan semangat sukses penanganan kesehatan dan keselamatan masyarakat,’’ katanya.
Dalam pertemuan ini IDI antara lain mengungkapkan bahwa kasus positif per 8 Juli bertambah 1.853 kasus baru yang merupakan angka tertinggi dengan total akumulatif mencapai 68.079 orang. Ada beberapa faktor yang mendorong kenaikan jumlah positif covid-19 yang terkonfirmasi yaitu pemeriksaan orang yang datang ke rumah sakit dan orang yang terlacak dalam pelacakan dari kasus positif meningkat, ada peningkatan di lokasi tertentu, kemampuan laboratorium untuk memeriksa jumlah sampel meningkat.
Proses diagnostik pada kasus covid-19 juga dinilai lamban. Hal ini menjadi kelemahan penanganan Covid-19 di Indonesia. ‘’Kemampuan laboratorium masih sangat terbatas, sehingga antrean sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 minggu hingga sampel atau diagnosanya bisa diketahui. Persoalan ini mesti segera ada solusinya dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan,’’ kata Daeng M Faqih, Ketua Umum IDI.
IDI juga menyampaikan, ketika pemerintah mulai melonggarkan pembatasan di berbagai wilayah, jumlah tenaga medis yang meninggal juga meningkat. IDI mencatat, 48 dokter tutup usia di tengah wabah hingga 8 Juli 2020. "Sebagian dokter meninggal setelah kontak dengan pasien tanpa gejala yang berobat ke klinik mereka. Selain dokter, 41 perawat tutup usia setelah terinfeksi virus corona,’’ kata Ketua Stagas PB IDI. Prof. Zubairi.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan mencatat 68.000 kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia kumulatif hingga Juni 2020 dengan 100-500 kasus harian. Daerah yang mencatat kasus covid-19 tertinggi juga memiliki kasus DBD yang tinggi. 439 dari 460 kab/kota memiliki kasus covid-19 yang disebut sebagai infeksi ganda.
Persoalan lain, realisasi pencairan insentif untuk tenaga medis baru 7,80 persen dari dana insentif yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp5,6 triliun. Untuk itu, perlu ada upaya akselerasi proses verifikasi pencairan insentif tenaga kesehatan.
Terkait hal ini, Ibas sendiri menegaskan bahwa FPD akan terus mengawal kebijakan penanganan Covid-19 yang belum sepenuhnya sesuai harapan. Penyarapan dana Covid-19 yang belum maksimal, jiga disebutkan Ibas sebagai concern FPD yang terus disampaikan kepada pemerintah.
"Distribusi peralatan kesehatan, juga belum maksimal. Kami merasakan keprihatinan tenaga medis, bagaikan tentara di garis perbatasan yang hendak berperang tetapi tidak dibekali dengan senjata,’’ papar Ibas.
Ditegaskan Ibas, komitmen pemihakan FPD terang benderang ditunjukkan dalam berbagi sikap. Selain membantu masyarakat melalui program sosial, FPD sudah sejak awal menyampaikan rekomendasi penanganan Covid-19, dan menolak pembahasan sejumlah RUU—seperti RUU Ciptaker dan RUU HIP—agar pemerintah dan DPR fokus pada penanganan Cobid-19 dan segala dampaknya.
Selanjutnya, pihak IDI juga menegaskan bahwa pelonggaran PSBB dinilai terlalu dini karena angka kasus baru saja mencapai puncaknya sementara tes massif saja belum sepenuhnya dilakukan. Hal lain, Kemenkes menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona (Covid-19) sebesar Rp. 150.000 yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/28755/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi rapid test antibodi.
‘’Namun, belum ada standarisasi harga untuk tes swab yang saat ini harganya cukup mahal dengan besaran yang variatif. Padahal pasar semakin kompetitif, harusnya harganya menjadi lebih murah, jangan sampai tes ini menjadi ladang bisnis. Untuk itu, HET dan tata niaga untuk tes swab juga perlu ditetapkan guna memberikan kepastian harga pada masyarakat,’’ demikian disampaikan Daeng.
Dalam kesempatan ini juga disampaikan keprihatinan terhadap munculnya kasus terbaru, yakni 200 orang Calon Perwira TNI AD di Jawa Barat yang positif Covid-19. Kasus lain, sebanyak 84 tenaga medis yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, Kota Jayapura diketahui positif terinfeksi selama melayani pasien di RSUD Jayapura Maret hingga Juni 2020.
IDI menilai, kebijakan pemulihan ekonomi—antara lain melalui keputusan menjalankan masa new normal—kerap tidak mengikuti arah pandangan soal kesehatan masyarakat. ‘’Hal itu seperti pembukan mal-mal, tempat wisata, sekolah, hotel, dan saran hiburan lain (seperti: car free day). Ini dapat menjadikan kasus Covid-19 dapat melonjak dan tidak dapat terkontrol lagi,’’ papar Daeng lagi. (Fa/ist)