19 April 2025

Get In Touch

Punya 3 Anak Berkebutuhan Khusus, Agustiningsih Mengabdi Jadi Terapis di Paguyuban Difabel

Warga Jalan Pisang Agung Kota Malang, Agustiningsih dan putrinya, Marissa Etyaningsih (23), Jumat (5/7/2024). (Santi/Lenteratoday)
Warga Jalan Pisang Agung Kota Malang, Agustiningsih dan putrinya, Marissa Etyaningsih (23), Jumat (5/7/2024). (Santi/Lenteratoday)

MALANG (Lenteratoday) - Agustiningsih (55), seorang ibu di Kota Malang yang memiliki tiga anak dengan kebutuhan khusus, tidak hanya menghadapi tantangan mengasuh anak-anaknya. Tetapi juga menemukan panggilan hati dalam menjadi terapis aktif di paguyuban difabel.

Ningsih menyebutkan salah satu anaknya, Marissa Etyaningsih (23), telah difonis dokter dengan kondisi Cerebral Palsy (CP) sejak lahir.

"Anak saya tidak bisa mandiri, segala aktivitas mereka membutuhkan bantuan penuh. Mulai dari mandi, makan, semua harus dibantu," ujarnya, ditemui usai acara seminar difabel yang diadakan oleh Pemkot Malang, Jumat (5/7/2024) sore kemarin.

Perempuan yang juga anggota Forum Keluarga Difabel (FKD) Kota Malang ini menjelaskan, Cerebral Palsy, merupakan kondisi neurologis yang mempengaruhi gerakan dan koordinasi tubuh. Telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari sejak anak-anaknya lahir.

Meskipun tantangan yang dihadapi cukup berat, Ningsih memilih untuk tidak menyerah. "Yawes gimana lagi, saya hanya bisa pasrah. Disyukuri saja meskipun tiga-tiganya dalam kondisi seperti ini. Kan semua anak gak mau dilahirkan seperti ini," bebernya.

Kesulitan yang dihadapi Ningsih tidak hanya terbatas pada urusan fisik semata. Ketidakpahaman akan penyebab kondisi anak-anaknya juga sempat membuatnya merasa tertantang.

"Dokter tidak pernah memberikan penjelasan yang memuaskan mengenai mengapa anak-anak saya mengalami hal ini. Tapi saya yakin, semua ada alasan dan saya terus mencari cara terbaik untuk mereka," katanya dengan penuh harap.

Tidak hanya sebagai ibu, kondisi hidupnya juga mendorong Ningsih untuk menjadi seorang terapis di paguyuban difabel Kota Malang.

"Menjadi terapis karena dari hati. Saya mempunyai anak seperti ini, kemudian saya memutuskan ikut paguyuban akhirnya dari hati memang berniat, saya gak bisa hanya diam saja. Harus terjun ke paguyuban, membantu sesama," ceritanya dengan senyum di wajahnya.

Keputusannya untuk bergabung dalam paguyuban difabel tidak hanya memberi dukungan moral bagi dirinya sendiri. Tetapi juga memberikan pengaruh positif dalam komunitasnya.

"Alhamdulillah adanya paguyuban apalagi sekarang lebih maju, sudah dapat perhatian dari pemerintah, kelurahan, kecamatan. Semua sudah. Jadi kita sekarang tuh hidup sudah tidak sendiri," tuturnya.

Mengakhiri pernyataannya, Ningsih juga mengungkap harapan untuk masa depan para penyandang difabel, termasuk anak-anaknya. Agar masyarakat lebih memahami dan mendukung anak-anak dengan kebutuhan khusus, sambungnya.

"Haknya anak-anak ini dia juga ingin bahagia, ingin melihat dunia yang luas. Jadi harapan saya cuma ingin kedepannya anak-anak disabilitas lebih diperhatikan," pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.