
MALANG (Lenteratoday) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang saat ini tengah mematangkan kajian terkait konsep baru angkutan publik, Buy The Service (BTS). Konsep ini menimbulkan beragam respons dari para sopir angkot di Kota Malang, yang menagih akan janji peningkatan pendapatan dan kondisi armada yang lebih baik oleh Pemkot Malang.
Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengatkan konsep BTS dirancang sebagai upaya untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh para sopir angkot, akibat persaingan dengan layanan ojek online dan taksi daring yang semakin marak.
Wahyu menjelaskan, dengan konsep BTS, pemerintah akan menyediakan kendaraan memadai untuk digunakan oleh para sopir angkot. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban finansial mereka, karena tidak lagi perlu memikirkan untuk membeli kendaraan baru atau mencicilnya.
"Kami sangat mendengarkan keluhan para sopir angkot, misalnya terkait rendahnya minat masyarakat ke angkutan kota saat ini. Nah dengan BTS, malah nanti kan rencananya sopir juga kami gaji sesuai UMK," ujar Wahyu, Rabu (10/7/2024).
Pj Wahyu menegaskan, proses pengembangan konsep BTS akan melibatkan partisipasi aktif dari para sopir angkot. Ia menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk mencari solusi terbaik yang dapat menguntungkan seluruh pihak terkait.
"Saat ini, Pemkot Malang masih dalam tahap penyusunan kajian dari konsep BTS. Nanti kendaraan yang sudah ada saat ini masih dapat digunakan di luar rute BTS, dengan aturan yang akan ditetapkan lebih lanjut," tambahnya.
Meskipun demikian, respons dari para sopir angkot terhadap konsep ini tidak homogen. Wahono, salah satu sopir trayek Arjosari-Borobudur-Bunulrejo, menyampaikan kekhawatirannya terhadap implementasi nyata dari konsep BTS.
Menurutnya, yang dibutuhkan oleh para sopir adalah kebijakan yang dapat benar-benar meningkatkan pendapatan mereka, yang saat ini masih jauh di bawah UMK.
"Dari dulu kami hanya mendengar wacana-wacana saja. Harapannya kali ini benar-benar ada realisasi sehingga ada solusi. Entah itu armada mobil baru atau bekas, sehingga gak hanya wacana saja," ujar Wahono.
Di sisi lain, Ferdi, sopir trayek AG, mengeluhkan dampak negatif dari persaingan dengan ojek online dan taksi daring yang memiliki izin resmi. Ia juga mencatat, kehadiran sebuah perusahaan otobus (PO) yang melayani trayek Blitar-Arjosari telah mengurangi jumlah penumpang angkot di rute tersebut, sehingga berdampak langsung pada pendapatan mereka.
Ferdi memberikan contoh dari kebijakan yang diterapkan di Yogyakarta, di mana terdapat pembatasan operasional untuk taksi dan ojek daring pada jam-jam tertentu. Ia berharap, dengan adanya BTS nanti, Pemkot Malang juga dapat mempertimbangkan pendekatan serupa untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi saat ini.
"Gak harus mobil baru, yang penting masalahnya diselesaikan," seru Ferdi. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi