03 April 2025

Get In Touch

Pilkada DKI 2024: Luka Lama, Pertaruhan Politik dan Hak PDI-P...

Senyum Anies Baswedan saat berjumpa Rano Karno di DPP PDI-P, Senin (26/5/2024) (Dok: Istimewa)
Senyum Anies Baswedan saat berjumpa Rano Karno di DPP PDI-P, Senin (26/5/2024) (Dok: Istimewa)

KOLOM (Lenteratoday) -Bendahara Umum PDI-P Olly Dondokambey mengungkapkan, partainya memutuskan mengusung Sekretaris Kabinet sekaligus mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Pramono Anung sebagai bakal calon gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024.

Pramono akan didampingi oleh eks gubernur Banten yang juga kader PDI-P, yakni Rano Karno sebagai bakal calon wakil gubernur.

Keduanya disebut akan langsung mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta pada Rabu (28/8/2024) siang ini.

"Pak Pramono besok (Rabu, 28 Agustus 2024) mendaftar jam 11 di KPU sama Rano Karno," kata Olly di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).

Tidak akan diumumkan secara resmi

Olly menegaskan, DPP PDI-P tidak akan mengumumkan pencalonan Pramono dan Rano secara resmi seperti calon kepala daerah lainnya yang telah diumumkan sebelumnya.

Ia meminta agar media langsung meliput pendaftaran Pramono dan Rano di KPU DKI Jakarta.

"Enggak ada (pengumuman resmi), langsung di pendaftaran yah. Liput di pendaftaran aja, KPUD DKI yah jam 11," tutur Olly.

Terkait alasan PDI-P mengusung Pramono Anung untuk Pilkada Jakarta, Olly tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.

"Waduh itu kan bukan (urusan) bendahara, urusannya bukan pertimbangan. Aku kalian nanya, jadi aku nyampein aja," kata Olly.

Hak PDI-P untuk utamakan kader

Keputusan PDI-P untuk mengusung Pramono terasa mengejutkan. Sebab, PDI-P disebut-sebut akan mengusung Anies Baswedan di Jakarta.

Sinyal soal Anies bakal diusung oleh PDI-P pun menguat setelah mantan Menteri Pendidikan itu sempat berkunjung ke kantor DPP PDI-P di Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (26/8/2024).

Dalam kunjungannya itu, Anies bertemu Rano Karno yang digadang-gadang sebagai pendampingnya. Namun, Anies ternyata batal diusung PDI-P.

Terkait hal ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai bahwa keputusan untuk mengusung Pramono di Jakarta adalah hak dari PDI-P.

Ujang mengatakan, PDI-P merupakan partai yang kerap mengutamakan kadernya untuk diusung sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

"Memang sudah menjadi prinsip PDI-P mengusung kadernya. Memprioritaskan dan mengutamakan kadernya untuk diusung menjadi calon kepala daerah," kata Ujang dikutip Kompas, Selasa (27/8/2024).

"Jadi sesuatu yang wajar saja (PDI-P mengusung kadernya). Tidak heran kalau Pramono Anung yang kader PDI-P yang diusung menjadi calon gubernur (Jakarta), bukan Anies. Karena Anies bukan kader, ya dia menjadi prioritas kedua atau menjadi prioritas terakhir," sambungnya.

Menurut Ujang, keputusan PDI-P tak mengusung Anies bukanlah sebuah masalah. Ia merasa hal itu merupakan langkah yang tepat bagi PDI-P.

"PDI-P usung kadernya justru hal yang positif, bagus kalau PDI-P usung kadernya. Karena kaderisasi harus jalan, pihak yang telah berdarah-darah, mati-matian membesarkan partai harus punya reward juga untuk menjadi kepala daerah," jelas Ujang.

Pernyataan yang senada dengan Ujang turut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno.

Adi mengatakan, langkah PDI-P mengusung Pramono adalah salah satu bentuk peneguhan bahwa PDI-P adalah partai yang memprioritaskan kader internal dan kader terbaik mereka untuk bisa maju dan bertanding dalam pilkada.

"Dalam perspektif partai, (mengusung kader sendiri pada Pilkada) saya kira itu bagus karena orang yang selama ini berproses di partai, pengorbanan di partainya juga besar bisa mendapatkan kesempatan untuk maju," kata Adi.

Menurut Adi, kontestasi pilkada bagi PDI-P merupakan ajang penokohan dan ajang memuliakan kader-kader partai yang dinilai sangat layak dan pantas untuk bertanding.

"Jadi, semangat kaderisasi, menjunjung tinggi ideologi partai sebagai partai kader sepertinya jauh lebih mengemuka dan jauh lebih menonjol bagi PDI-P," ucap Adi.

Luka politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017

Adi menganggap, tak jadinya PDI-P mengusung Anies bisa jadi karena faktor luka politik pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Seperti diketahui, Anies pernah berhadapan dengan kader PDI-P, yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu, Anies berhasil menang dari Ahok pada putaran kedua.

"(Tak jadi diusungnya Anies) tentu sebagai salah satu bentuk bahwa PDI-P dan Anies dalam banyak hal tak ada kecocokan apa pun karena harus diakui luka politik Pilkada DKI Jakarta 2017 sepertinya memang cukup membekas di kader-kader PDI-P, khususnya PDI-P Jakarta," ungkap Adi.

Meski Anies sempat menjalin komunikasi politik dengan sejumlah pimpinan DPD PDI-P pada Sabtu (24/8/2024) lalu, Adi merasa hal itu tak cukup. Menurut Adi, pertemuan Anies dengan sejumlah pimpinan DPD PDI-P tidak bisa disederhanakan sebagai bentuk koalisi politik

"Kenapa PDI-P tidak jadi usung Anies ya tentu saja karena PDI-P tidak mau mempertaruhkan portofolio politiknya, tidak mau mengorbankan basis konstituennya yang selama ini memang cukup berjarak dengan Anies. Harus diakui, pemilih PDI-P dan pemilih Anies sampai hari ini kan memang tidak akur satu sama yang lainnya," jelas Adi.

Tak terpengaruh elektabilitas Anies

Adi mengatakan, PDI-P seolah tidak begitu tergiur dengan sosok-sosok di luar partai yang punya nama besar, salah satunya Anies.

Menurut Adi, PDI-P tetap ingin meneguhkan dirinya sebagai partai kader, yang mana kader inti mereka menjadi prioritas untuk bisa dimajukan dalam pilkada.

"PDI-P ingin memberikan pesan bahwa PDI-P tuh agak berbeda dengan partai lain yang suka silau dengan elektabilitas orang sekalipun bukan kader partai," ujar Adi.

"Jadi PDI-P sebenarnya tidak silau dan tidak tergoda dengan Anies sekalipun elektabilitasnya paling mentereng," imbuhnya.

Pertaruhan bagi PDI-P

Ujang menilai, langkah PDI-P mengusung Pramono-Rano merupakan sebuah pertaruhan meski upaya untuk memajukan kader sendiri merupakan hal yang positif. Pasalnya, Pramono merupakan sosok yang tak masuk perhitungan sebagai calon pemimpin di Jakarta dalam sejumlah lembaga survei.

"Walaupun (Pramono) tidak punya elektabilitas, tapi itulah keputusan PDI-P, keputusan Megawati (Ketua Umum PDI-P) yang tidak bisa diganggu gugat," kata Ujang.

Di lain sisi, Ujang merasa PDI-P tengah mendorong Pramono Anung yang belum punya elektabilitas untuk diuji coba bertarung pada pilkada. Hal itu dilakukan untuk melihat sejauh mana kekuatan dari kader internal PDI-P berlaga pada pilkada.

"Kalaupun nantinya (Pramono) kalah, ya itu hal yang tidak aneh, hal yang wajar karena elektabilitas Pramono Anung katakanlah masih kalah sama Ridwan Kamil karena kan dia (Pramono) baru muncul, jadi belum disurvei," ujar Ujang.

"Ya kita lihat nanti surveinya (Pramono) berapa. Pramono Anung kita lihat nanti, kita nilai setelah dicalonkan seperti apa. Jadi, kalau PDI-P mengusung Pramono Anung dengan Rano ya kembalikan kepada warga Jakarta soal memilih atau tidak," imbuhnya.

Kesimpulan saya, Pilkada DKI 2024 bagi PDI-P adalah: luka lama, dan pertaruhan politik dan hak PDI-P.

Selasa malam, saya menulis status: Pramono Anung didaftarkan PDI-P sebagai calon Gubernur DKI. Kalo beneran jadi, bisa kompak. Putranya, Hanindhito Himawan Pramana saat ini menjabat Bupati Kediri yang mencalonkan untuk kedua kalinya.

Lalu, di salah satu grup WA, ada teman memberi komentar: Khusus untuk PDIP gak ada dinasti politik (*)

Editor: Arifin BH~berbagai sumber

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.