07 April 2025

Get In Touch

Peringatan 22 Tahun Tragedi Bom Bali, Momentum Bangkit jadi Agen Perdamaian dan Serukan Toleransi Antar Umat Beragama

Beberapa warga negara asing menghadiri acara Peringatan 22 Tahun tragedi Bom Bali di Monumen Ground Zero atau Monumen Bom Bali, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu(12/10/2024). (foto:ist/Antara)
Beberapa warga negara asing menghadiri acara Peringatan 22 Tahun tragedi Bom Bali di Monumen Ground Zero atau Monumen Bom Bali, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu(12/10/2024). (foto:ist/Antara)

BALI (Lenteratoday) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memaknai peringatan 22 tahun tragedi bom bali sebagai momentum, untuk menunjukkan konsistensi dalam mendukung penyintas bangkit berdaya dan menjadi agen perdamaian.

"Kami mendukung dan memotivasi penyintas untuk bangkit berdaya, melanjutkan hidup yang lebih baik dan jadi agen perdamaian," kata Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Polisi Imam Margono dalam Peringatan dan Doa Bersama di Monumen Bom Bali Ground Zero, Kuta, Kabupaten Badung, Bali pada, Sabtu(12/10/2024).

Imam juga mengatakan bahwa suara korban, adalah credible voices yang membawa harapan baru pada dunia.

"Dapat menggugah kesadaran dan memupuk harapan baru, untuk menumbuhkan perdamaian di tingkat nasional dan global," jelasnya.

Lebih lanjut Mantan Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT ini mengajak rekan penyintas, untuk bersama menjaga perdamaian dan keamanan dunia dari ideologi kekerasan.

"Let us save and protect the world for a better future, in peace and harmony," ajaknya.

Dalam rangka pemenuhan hak - hak korban, BNPT akan terus bersinergi dengan LPSK, Pemerintah Daerah, dan Stakeholder lainnya dalam pemberian kompensasi dan pemulihan secara komprehensif dan berkelanjutan.

Peringatan Bom Bali tahun ini mengambil tema “Dari Korban Menjadi Penyintas: Perdamaian di Indonesia”. Diisi dengan doa lintas agama dan dihadiri oleh masyarakat dari berbagai negara.

Sementara itu, Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menyerukan toleransi antarumat beragama dan pentingnya harmoni kehidupan bermasyarakat pada peringatan 22 tahun bom Bali.

Mahendra Jaya dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata di Monumen Ground Zero atau Monumen Bom Bali, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu(12/10/2024) malam mengatakan bom yang kejam meledak di tempat itu menghancurkan nyawa dan menggoreskan luka yang mendalam pada hati semua orang.

Namun, menurutnya mengenang kejadian mengerikan tersebut dapat menciptakan ruang, untuk merenung dan membangun perdamaian.

"Mari kita gunakan kejadian ini sebagai panggilan untuk mempromosikan pemahaman toleransi dan cinta antarsesama manusia," katanya.

Dia menyebutkan tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 12 Oktober 2002 di Kuta, Bali itu mengingatkan semua orang akan mereka yang kehilangan nyawa, keluarga yang ditinggalkan dan mereka yang masih hidup dengan luka fisik dan emosional.

Menurut dia, penderitaan yang dihasilkan oleh peristiwa bom Bali adalah luka yang dalam, tetapi semua orang memiliki kesempatan untuk mengubahnya menjadi sumber kekuatan dan transformasi.

Dia menjelaskan masyarakat yang menghadiri doa bersama sore hingga malam di Kuta, berdiri bersama dalam solidaritas dan empati menyampaikan cinta kepada mereka yang terkena dampak tragedi ini.

Namun, dalam perenungan doa kali ini, dia mengajak masyarakat untuk mengarahkan pandangan ke dalam hati menghadapi dua pilihan, apakah akan membiarkan kebencian, kekerasan, dan penderitaan tersebut terus berputar dalam lingkaran yang tak berujung atau mengubahnya menjadi berkah dan perdamaian.

"Mari kita jadikan kenangan penderitaan ini sebagai titik awal untuk menginspirasi tindakan kita dan membangun dunia yang lebih harmonis," katanya.

Wiryanata mengatakan semua pihak memiliki peran dalam menciptakan perdamaian, meningkatkan kesadaran, dan berkomitmen untuk memperkuat hubungan antara manusia dan menghormati perdamaian serta persahabatan yang ada di dunia ini.

Dia mengajak masyarakat maupun keluarga korban tragedi bom Bali untuk berdamai dengan masa lalu, memaafkan, dan membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama.

"Perdamaian mengajarkan kita untuk tidak melakukan konflik dan bertindak tanpa permusuhan atau niat buruk terhadap orang lain. Perdamaian juga memperlakukan orang lain tanpa melihat identitas dan saling menerima perbedaan," kata dia.

Dalam doa perdamaian itu dia mengajak semua pihak bersatu, sebagai satu umat manusia meningkatkan suara dengan tekad yang kuat untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.

"Kita tidak akan melupakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 12 Oktober di Bali, tetapi kita akan mengubahnya menjadi tonggak bagi kebangkitan perdamaian," katanya.

Dalam doa perdamaian itu juga, dia mengajak hadirin yang datang untuk berdoa bagi pemerintah bangsa dan negara-negara yang sedang mengalami konflik perang di seluruh dunia.

Dia berharap doa perdamaian yang dipanjatkan di Bali juga diikuti oleh instansi pemerintah baik yang ada di Indonesia maupun luar negeri sehingga gaungnya dapat terdengar di seluruh dunia.

"Dalam keheningan, mari kita renungkan dan berdoa memohon agar kekerasan dan penderitaan tidak lagi menghantui dunia, dan semoga cinta perdamaian dan pengampunan menyelimuti hati dan membawa kita menuju masa depan yang lebih cemerlang dengan harapan dan tekad yang kuat bisa berdiri bersama sebagai agen perdamaian semoga cahaya perdamaian terus bersinar di Bali di Indonesia dan seluruh dunia," katanya.

Sumber: BNPT, Antara/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.