
KUTA (Lenteratoday) – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) sebagai bentuk komitmen untuk masa depan yang lebih hijau. Penandatanganan dilakukan pada kegiatan Aksi Bersih Sampah Laut di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (4/1/2025).
”Kerja sama ini akan mendorong terciptanya budaya bangsa yang berwawasan lingkungan dan beradab,” kata Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam kegiatan bertajuk Merajut Asa Indonesia Bersih yang diikuti 2.115 orang ini.
Mu’ti menyatakan pendidikan dasar adalah fondasi penting untuk membentuk generasi mendatang yang mencintai alam dan peduli pelestarian lingkungan. Hal ini disampaikan Mu’ti dalam Aksi Bersih Sampah Laut di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (4/1/2025).
Nota kesepahaman ini merupakan implementasi Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Salah satu yang menjadi fokus adalah memperbanyak dan meningkatkan kualitas sekolah Adiwiyata. Sekolah-sekolah tersebut bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga menjadi rumah bagi tumbuh kembangnya generasi yang peduli lingkungan.
Melalui nota kesepahaman ini, Mu’ti berharap hasil pendidikan tidak hanya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni secara akademis, tetapi juga memahami dan mempraktikkan nilai-nilai luhur kepedulian terhadap bumi. Itulah alasan pendekatan berbasis pendidikan dalam menangani permasalahan sampah.
”Membersihkan sampah itu penting, tetapi lebih penting lagi menanamkan cinta lingkungan dan budaya hidup bersih sejak dini. Guru memiliki peran besar dalam memberikan pencerahan kepada siswa agar senantiasa hidup bersih dan sehat,” ujarnya.
“Kami berharap kesepakatan ini tidak hanya meningkatkan jumlah sekolah Adiwiyata, tetapi juga menciptakan generasi muda yang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Dengan kolaborasi ini, kita dapat memastikan Indonesia yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan untuk generasi mendatang,” tutur dia.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyoroti akar permasalahan sampah laut 80% bersumber dari daratan. Hal ini mengharuskan pengelolaan sampah memang seharusnya dimulai dari daratan, melibatkan semua pihak, termasuk dunia pendidikan.
”Sudah saatnya paradigma pengelolaan sampah bergeser, dari yang semula berfokus pada penanganan di tempat pembuangan akhir menjadi pengelolaan yang komprehensif di tingkat hulu,” kata Faisol.
Pencemaran Laut Pembunuh Makhluk
Sampah laut di Indonesia merupakan masalah serius yang berdampak negatif pada ekosistem laut dan kesehatan. Tingkat pencemaran akibat sampah laut di Indonesia tergolong parah, mengingat dampaknya yang luas terhadap ekosistem laut, kesehatan manusia, dan sektor ekonomi, seperti perikanan dan pariwisata
Dari sekitar 80% sampah di laut Indonesia yang berasal dari daratan, 30% di antaranya berupa plastik. Pada 2022, jumlah sampah plastik di laut Indonesia tercatat sebanyak 398.000 ton. Sampah plastik di laut berpotensi membunuh sekitar 100.000 mamalia laut.
Penyu laut, paus, lumba-lumba, dan hewan besar lainnya sering menelan sampah plastik, seperti kantong plastik yang mereka anggap ubur-ubur. Hal ini menyebabkan penyumbatan pencernaan, kelaparan, dan akhirnya kematian. Contoh terkenal adalah kasus paus sperma yang terdampar di Wakatobi pada 2018 dengan 5,9 kg plastik dalam perutnya.
Sampah laut juga membunuh 1 juta burung laut setiap tahun. Burung laut kerap menelan potongan plastik kecil, yang menggantikan ruang makanan di perut mereka dan mengakibatkan kelaparan.
Upaya penyadaran masyarakat terus dilakukan, salah satunya melalui program Adiwiyata merupakan inisiatif KLH. Pada 2024, sebanyak 720 sekolah dari berbagai wilayah di Indonesia menerima penghargaan Adiwiyata atas dedikasi mereka dalam menerapkan program pendidikan berbasis lingkungan.
Meskipun demikian, jumlah tersebut baru 10% dari total sekolah di Indonesia. Ini menunjukkan masih perlu kerja ekstra keras untuk meningkatkan partisipasi dalam program ini.
Sumber: Kemendikdasmen dan berbagai sumber lain | Editor : M. Kamali