02 April 2025

Get In Touch

Pakar Hukum Pemilu UI Sebut Penghapusan Presidential Threshold Bisa Diterapkan dalam Pilkada

Ilustrasi Pilkada.(foto:ist/Ant)
Ilustrasi Pilkada.(foto:ist/Ant)

JAKARTA (Lenteratoday) - Pengajar hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas minimal pencalonan presiden atau presidential threshold, bisa juga diterapkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Dia menjelaskan bahwa dasar hukum ini merujuk pada putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 yang menyatakan bahwa Pilkada adalah Pemilu, dan tidak lagi dikenal rezim yang membedakan kedua pemilihan tersebut.

"Nah, ketika rezim ambang batas itu dianggap inkonstitusional, sementara Pilkada adalah Pemilu mestinya terjadi koherensi terkait dengan persyaratan pengusulan calon antara Pilkada dan Pemilu," ujar Titi dalam acara webinar, Senin (6/1/2025) mengutip Kompas, Selasa(7/1/2025).

Titi menambahkan bahwa hal ini diperkuat dengan semangat MK menghapus ambang batas, agar tidak ada dominasi partai politik tertentu dalam satu pemilihan umum. Dominasi ini nantinya akan membatasi keragaman pilihan kepala daerah atau presiden, untuk dipilih oleh masyarakat sehingga mencegah adanya calon tunggal.

"Karena MK juga di dalam putusan soal calon tunggal, Nomor 100 Tahun 2015 menyatakan kita harus melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencegah calon tunggal," ucap Titi.

Berkaca dari kasus Pilkada 2024, Titi menyebut bahwa saat MK telah menurunkan ambang batas pencalonan, masih ada 37 daerah yang memiliki calon tunggal. Oleh karena itu, dia menilai putusan MK 62/2024 yang menghapus presidential threshold, juga bisa dimaknai dengan penghapusan rezim ambang batas pencalonan kepala daerah.

"Karena tidak sejalan lagi dengan konstitusionalitas rezim ambang batas, seperti yang diputuskan dalam perkara Nomor 62 Tahun 2024," tandasnya.

Adapun putusan yang menghapus presidential threshold yakni perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (2/1/2025).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Suhartoyo saat membacakan putusan.

Suhartoyo menjelaskan bahwa norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.

Adapun yang dinyatakan bertentangan tersebut, berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berbunyi sebagai berikut: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

Editor: Arief Sukaputra

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.