
JAKARTA (Lenteratoday) – Libur sekolah pada Ramadan tinggal menungu Surat Edaran (SE) bersama kementerian. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti seusai menghadiri pembukaan Tanwir I Aisyiyah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
"Sudah kita bahas tadi malam lintas kementerian, tetapi nanti pengumumannya tunggu sampai ada SE bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri. Tunggu sampai surat edarannya keluar, mudah-mudahan dalam waktu singkat," kata Mu'ti.
Menurut dia, telah ada kesepakatan tiga Kementerian mengenai libur sekolah pada Ramadan dan tinggal diumumkan secara resmi. "Intinya sudah kami bicarakan dalam rapat koordinasi lintas kementerian dan sudah ada kesepakatan, isinya bagaimana, kita tunggu sampai pada waktunya kita umumkan," ujar Mu’ti.
Mu'ti sebelumnya telah mengungkapkan tiga kemungkinan opsi pola libur saat Ramadan. Pertama, libur penuh selama Ramadan yang diganti dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan masyarakat.
"Kedua, itu paro-paro (setengah-setengah). Artinya, ada sebagian. Biasanya, kalau yang berlaku sekarang, awal Ramadan itu libur, jadi misalnya tiga hari atau dua hari menjelang Ramadan sampai misalnya empat hari atau lima hari Ramadan pertama libur. Kemudian, habis itu masuk seperti biasa. Kemudian nanti biasanya menjelang Idul Fitri juga libur," kata Mu’ti.
Terakhir, tidak ada libur selama Ramadhan. Pada intinya, kata dia, semua usulan itu akan dipertimbangkan dalam rapat lintas kementerian.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir yang juga hadir dalam Pembukaan Tanwir 1 Aisyiyah menyarankan libur Ramadan sebaiknya digunakan untuk membina budi pekerti masyarakat.
"Generasi saat ini dilahirkan dari sistem Android, anak-anak menjadi tercerabut dari agama, untuk itu budi pekerti menjadi penting, libur seberapa pun sebaiknya gunakan untuk membina budi pekerti," katanya.
Perkuat Interaksi Siswa dengan Masyarakat
Gagasan awal libur selama bulan Ramadan awalnya dilontarkan oleh Menag Nasaruddin Umar pada akhir Desember 2024 lalu. Ia mengatakan esensi Ramadan bagi umat Islam adalah untuk beribadah.
Menurut Nasaruddin, libur selama satu bulan penuh, peserta didik dapat meningkatkan berkonsentrasi mengaji, menghafal Alquran, mengamalkan amalan-amalan sosial Agama Islam, hingga berkumpul dengan keluarga.
Wacana ini kemudian menuai pro dan kontra publik. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menilai pemerintah perlu memikirkan model yang jelas soal libur sebulan selama Ramadan itu.
Lontaran Menag tersebut segera disambut dukungan dari Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Menurut dia, libur sekolah pada bulan puasa bukan berarti para siswa tidak belajar.
Masa libur bisa dimanfaatkan untuk memperkuat interaksi siswa dengan masjid dan masyarakat. Anwar Abbas menyarankan siswa didorong melaksanakan salat lima waktu dan mengaji di masjid. Pada saat yang sama, pengelola masjid juga melibatkan anak-anak tersebut dalam kegiatan membersihkan lingkungan masjid atau yang lain.
Kedua, seni budaya. Anak-anak bisa terlibat dalam grup-grup kesenian, terutama terkait seni yang berkaitan dengan keagamaan. ”Sangat bagus kalau keterampilan seni mereka bisa ditampilkan dalam acara nuzulul quran, misalnya,” kata Anwar Abbas.
”Anak-anak wajib mendengarkan ceramah-ceramah yang telah dibuat Kemenag melalui saluran media sosial seperti youtube, misalnya tentang arti pentingnya politik dan hukum bagi kehidupan masyarakat dan bangsa,” kata dia.
Sumber: Antara, CNN | Editor : M. Kamali