03 April 2025

Get In Touch

Rencana Pemindahan Warga Palestina dari Gaza Mulai Dijalankan

Warga Palestina mengantre air bersih di Gaza yang 90% wilayahnya telah hancur. Foto/Reuters
Warga Palestina mengantre air bersih di Gaza yang 90% wilayahnya telah hancur. Foto/Reuters

JAKARTA (Lentera) – Tanpa memedulikan kecaman dunia, Amerika Serikat (AS) terus mendorong rencana relokasi warga Palestina dari Gaza. Israel pun menyambut baik inisiatif ini dengan membentuk badan khusus yang bertugas mengeluarkan warga Palestina dari wilayah tersebut.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan komitmennya terhadap usulan AS untuk mengambil alih Jalur Gaza dan menggusur penduduk Palestina. Hal ini disampaikannya saat diplomat tinggi Washington melakukan kunjungan ke Arab Saudi guna menggalang dukungan atas rencana tersebut, yang banyak ditentang negara-negara Arab.

Dalam pernyataannya pada Senin, Netanyahu menyebut dirinya mendukung penuh rencana Presiden AS, Donald Trump, untuk menciptakan "Gaza yang berbeda". Ia juga menegaskan bahwa baik Hamas maupun Otoritas Palestina tidak akan lagi memerintah Gaza.

Sehari sebelumnya, Netanyahu memuji “visi berani Trump untuk masa depan Gaza” dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, di Yerusalem. Namun, rencana ini menuai kritik tajam dari kelompok hak asasi manusia yang menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional dan bentuk pembersihan etnis.

Sebagai bentuk dukungan atas rencana Trump, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan pembentukan direktorat khusus untuk memfasilitasi keberangkatan warga Palestina dari Gaza secara "sukarela".

Badan Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT) Israel telah merancang proposal yang menjamin bantuan ekstensif bagi warga Gaza yang ingin beremigrasi ke negara ketiga. Menurut kantor Katz, skema ini mencakup pengaturan keberangkatan melalui laut, udara, dan darat.

Rencana ini mendapat kecaman dari negara-negara Arab, tetapi tetap menjadi agenda dalam kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab pekan ini. Dalam pertemuannya dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, Rubio menegaskan pentingnya mencapai gencatan senjata di Gaza serta memastikan pembebasan sandera oleh Hamas.

Meski AS mengklaim terbuka terhadap usulan alternatif dari negara-negara Arab, hingga saat ini satu-satunya rencana konkret yang diusung adalah rencana Trump. Washington juga menekan Mesir dan Yordania agar bersedia menerima warga Palestina yang diusir dari Gaza, meskipun kedua negara telah menyatakan penolakannya.

 

Penghancuran Rumah di Gaza Terus Berlangsung

Di tengah upaya diplomasi ini, operasi militer Israel di Gaza tetap berlangsung. Puluhan rumah di Rafah, Gaza selatan, dihancurkan oleh Israel, meskipun ada perjanjian gencatan senjata dengan Hamas. Analisis citra satelit oleh Al Jazeera Sanad mengungkapkan fakta ini.

Penyeberangan Rafah yang menjadi jalur penting antara Mesir dan Gaza telah ditutup oleh Israel sejak Mei 2024. Sejak menguasai perbatasan tersebut, Israel terus menggali terowongan di Koridor Philadelphia, jalur sepanjang 14 km di sepanjang perbatasan Mesir-Gaza, yang bertentangan dengan perjanjian damai Israel-Mesir tahun 1979.

Menurut Sanad, gambar yang diambil antara 19 dan 21 Januari menunjukkan tentara Israel membangun benteng pasir di sepanjang penyeberangan Rafah serta mendirikan pos militer baru di utara perbatasan. Israel juga membangun jalan sepanjang 1,7 km di sekitar persimpangan, sejalan dengan benteng pasir tersebut.

Selain itu, pasukan Israel menahan ribuan warga Rafah dari rumah mereka, bahkan menembaki puluhan orang yang mencoba kembali ke rumah mereka, menyebabkan korban luka dan kematian.

Situasi Kemanusiaan Gaza MemburukGencatan senjata yang disepakati pada 19 Januari mencantumkan pengurangan pasukan Israel di daerah tersebut, tetapi analisis citra satelit menunjukkan Israel terus melakukan penghancuran. Sebanyak 64 bangunan di Rafah, termasuk di lingkungan as-Salam, Idari, dan Tel Zaarab, telah dihancurkan. Setidaknya enam rumah juga hancur di Tal as-Sultan, sekitar 750 meter dari perbatasan Mesir.

"Ini merupakan kejahatan perang karena mereka menghancurkan rumah penduduk," kata analis pertahanan Palestina, Hamze Attar, mengacu pada Konvensi Jenewa Keempat yang melarang penghancuran properti pribadi.

Sementara itu, Munir al-Bursh, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, melaporkan bahwa sejak gencatan senjata dimulai, sedikitnya 118 orang tewas akibat serangan Israel, persenjataan yang tidak meledak, atau cedera fatal sebelumnya.

Di tengah konflik ini, bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan pun masih dibatasi. Israel tidak mengizinkan masuknya makanan, bahan bakar, tenda, dan tempat penampungan dalam jumlah yang cukup, memperburuk kondisi warga Gaza yang telah kehilangan tempat tinggal.

 

Ketidakpastian Gencatan Senjata

Di dalam negeri Israel, kabinet keamanan dijadwalkan membahas fase kedua gencatan senjata pada Senin. Tahap ini mencakup pembebasan tawanan Israel oleh Hamas sebagai imbalan atas tahanan Palestina, gencatan senjata jangka panjang, dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Namun, sayap kanan pemerintahan Israel, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, mengancam akan keluar dari koalisi Netanyahu jika perang dihentikan. Hingga kini, 19 sandera Israel telah dibebaskan, dengan rencana pembebasan bertahap bagi 33 sandera lainnya.

Netanyahu memperingatkan bahwa "gerbang neraka akan terbuka" di Gaza jika semua tawanan tidak segera dibebaskan. Di sisi lain, ia menghadapi tekanan dari keluarga sandera serta pemerintah AS untuk tetap melanjutkan negosiasi.

Meron Rapoport, editor kantor berita Israel Local Call, menilai Netanyahu berada dalam dilema. Tahap kedua gencatan senjata bisa menjadi akhir perang dan berpotensi membebaskan tahanan politik Palestina seperti Marwan Barghouti. Namun, hal ini dianggap sulit diterima oleh Israel.

"Di satu sisi, ia melihat rencana Trump sebagai peluang emas untuk mengusir warga Palestina dari Gaza. Namun di sisi lain, ia ditekan oleh AS dan keluarga sandera untuk bergerak ke tahap kedua gencatan senjata,” ujarnya.

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.