Keputusan MK Bersifat Terpisah antara Perselisihan Pilkada dengan Posisi Yandri Susanto sebagai Menteri

JAKARTA (Lentera) - Pendapat ini disampaikan Ketua Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, sekaligus Dosen Manajemen SDM Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Dr. Choirul Muriman Setyabudi SE, SH, MP.
Menanggapi gugatan PTUN terhadap Presiden Prabowo, karena diduga melawan hukum dengan tidak memecat Menteri Desa dan PDT, Yandri Susanto. Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan putusan peselisihan Pilkada Serang yang melibatkan istri Yandri Susanto, sebagai pejabat negara (Menteri).
Gugatan LSM tersebut lebih bersifat tendensi politis, memaksakan kehendak Presiden harus memecat Mentri Desa dan PDT.
"Gugatan tersebut dipaksakan menjadi deteren efect, sebagai dampak diputuskannya Yandri oleh MK yang dianggap ikut cawe-cawe dalam Pilkada Serang yang melibatkan istrinya.," ujar Choirul Muriman, Sabtu (19/4/2025).
Sementara Presiden, lanjutnya memiliki hak prerogratif mengangkat dan memberhentikan menteri (UUD'45, pasal 17 ayat 2), tidak berdasarkan tuntutan ataupun desakan siapapun.
"Jika Presiden memandang itu harus diberhentikan, ya Presiden bisa memberhentikan dengan pertimbangan masak. Namun jika tidak ya tidak (independen)," tandasnya.
Pendapat ini diperkuat oleh pasal 4 ayat 1, dimana secara tegas Presiden memegang kekuasaan pemerintah berdasarkan UUD. Pasal ini mengkokohkan Presiden memiliki hak penuh, untuk membuat keputusan yang bersifat mandiri dan tidak boleh ada pengaruh dan tekanan dari fihak manapun.
Sehingga keputusan Presiden, ketika tidak memberikan respon terhadap tuntutan pemberhentian menterinya itu tidak ada norma, etik, dan hukum yang dilanggar. Karena kedudukan UUD memberikan mandat pada Presiden, yang merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi.
"Dimana peraturan dan undang undang lain dibawah UUD, oleh karena itu perundang-undangan dibawahnya tidak dapat memansukkan UUD sebagai sumber segala perundang-undangan," jelas Choirul Muriman.
Merujuk pada UURI no 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, berdasarkan asas asas Umum Pemerintahan yang baik. Terutama pasal 10 ayat 1 bahwa Presiden menjamin penuh AUPB, disamping itu pada ketentuan umum dinyatakan bahwa Presiden dijamin memiliki sifat diskresi terkait keputusannya.
"Keduanya ini menjadi dasar, bahwa dengan tidak memberhentikan menteri Yandri Susanto, dipastikan Presiden tidak memiliki unsur yang bersifat melawan hukum," tegasnya.
Keputusan MK terkait Yandri Susanto, tidak memerintahkan untuk diberhentikan dan hanya menekankan pada pembatalan Pilkada. Serta memerintahkan pencoblosan diulang, ini memberikan bukti penguatan bahwa Yandri bukan merupakan person yang menjadi sutradara dalam Pilkada, sehingga dugaan memobilisasi pimpinan desa telah terbantahkan dengan sendirinya.
Oleh karena itu, keputusan MK tersebut dalam penyelesaiannya seharusnya lebih bersifat terpisah antara penyelesaian perselisihan Pilkada dengan kedudukan Yandri Susanto sebagai menteri.
"Dengan demikian tidak menjadi kewajiban Presiden Prabowo Subianto, untuk memberhentikan Yandri Susanto sebagai Menteri Desa dan PDT ditinjau dari sisi hukum," pungkasnya.(*)
Reporter: Tarmuji Talmacsi