
SURABAYA (Lentera) - Pasca Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Polres Pelabuhan Tanjung Perak menyegel gudang milik CV Sentoso Seal yang berlokasi di Komplek Pergudangan Margomulyo, Surabaya, setelah perusahaan tersebut terbukti tidak memiliki Tanda Daftar Gudang (TDG), Selasa (22/4/2025). Komisi A DPRD Surabaya menyayangkan penyegelan tersebut tanpa koordinasi dengan pihaknya, padahal Sat Polisi Pamong Praja (PP) adalah mitranya.
Hal ini di disampaikan Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widiyatmoko menanggapi tindakan penyegelan, merupakan upaya konkret birokrasi yang patut diapresiasi.
"Pada dasarnya, ini kan memang tanggung jawab moral dari seluruh pemimpin di Kota Surabaya, terkait dengan kasus yang akhir-akhir ini begitu sangat viral," kata Yona, Selasa (22/4/2025).
Yona menyebut penyegelan yang dilakukan Pemkot atas dasar tidak dimilikinya TDG oleh CV Santoso Seal, meski demikian ia menekankan bahwa penyelesaian kasus ini tidak bisa hanya berhenti pada aspek administratif saja.
"Kasus ini sudah viral karena dugaan pelanggaran hak pekerja. Jadi tidak bisa hanya fokus pada TDG. Kita harus melihat permasalahan yang lebih mendasar, seperti upah di bawah UMK, dan penahanan ijazah karyawan yang terjadi sebelumnya," sebutnya.
Politisi dari Partai Gerindra ini juga menyoroti bahwa upah yang diberikan oleh perusahaan tersebut, diduga jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK). Bahkan tidak memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), hal tersebut tidak manusiawi juga berpotensi masuk ranah pidana.
“Kalau memang belum mampu membayar sesuai UMK ada mekanisme yang harus dilakukan, yakni mengajukan surat ketidakmampuan. Kalau itu tidak dilakukan, maka ada pelanggaran hukum,” tegasnya.
Untuk itu, ia meminta agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi tunggal, soal penahanan ijazah saja.
“Permasalahan ini lebih kompleks, negara harus hadir menyeluruh. Jangan hanya menyelesaikan satu sisi, tapi menutup mata terhadap sisi yang lebih fundamental,” ucapnya.
Yona menilai tindakan penyegelan bisa menjadi shock therapy yang baik bagi pelaku usaha lain, agar lebih taat hukum dan menjunjung nilai-nilai humanis dalam hubungan industrial. Namun, ia mengingatkan bahwa setiap langkah harus tetap berada dalam koridor koordinasi, transparansi, dan penegakan hukum yang menyeluruh.
“Kalau ada alat bukti cukup bahwa pelaku usaha melanggar hukum ketenagakerjaan, maka seharusnya tidak perlu berputar-putar lagi. Harus ada tindakan tegas dan terukur dari negara,” tuturnya.
Di samping itu, pihaknya juga menyayangkan kurangnya koordinasi antar lembaga, khususnya dengan legislatif.
"Sejauh ini belum ada konfirmasi atau komunikasi dengan kami di Komisi A terkait penyegelan tersebut. Padahal Satpol PP yang melakukan penyegelan itu adalah mitra kerja kami. Ini perlu dikritisi agar mekanisme kerja antarpemangku kebijakan berjalan lebih sinergi. Karena, Surabaya ini tidak bisa dibangun sendiri. Dibutuhkan sebuah bentuk kolaborasi antara pihak eksekutif dan legislatif," tutupnya.
Reporter: Amanah/Editor: Ais