
MALANG (Lentera) - Pendapatan pajak dari sektor hotel dan properti di Kota Malang menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun 2025. Kondisi ini dinilai berpotensi menekan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sekaligus mengancam stabilitas ekonomi daerah, termasuk berisiko terhadap peningkatan angka pengangguran. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, mendesak pemerintah daerah agar segera melakukan intervensi.
Menurut Handi, sektor perhotelan yang sebelumnya menjadi salah satu penyumbang utama PAD mengalami penurunan signifikan. Pada Januari 2025, penerimaan pajak hotel masih tercatat Rp7 miliar, namun angka tersebut kemudian anjlok di Februari dan Maret 2025.
"Januari masih pengaruh dari Desember 2024, kan pembayaran di Januari. Kemudian di Februari itu turun Rp4 miliar sekian. Maret juga turun, Rp3 miliar. Kalau melihat tren ini kan harus ada intervensi dari Pemda untuk menyelamatkan ekonomi ini," ujar Handi, Kamis (24/4/2025).
Handi menyebut, indikator ekonomi yang lesu juga ditengarai tidak adanya lonjakan signifikan pada momen libur Lebaran 2025 kemarin. Biasanya, momen tersebut menjadi masa panen bagi bisnis perhotelan.
Handi mencatat, saat libur Lebaran di tahun-tahun sebelumnya, pendapatan pajak hotel mengalami kenaikan rata-rata Rp2 miliar. Namun tahun ini, pola tersebut diakuinya tidak terjadi.
"Untungnya masih tertolong restoran, karena selama Ramadan kemarin banyak hotel yang restonya menggelar paket bukber. Tapi itu hanya menyelamatkan sementara," katanya.
Kondisi ini, lanjutnya, berdampak pada efisiensi operasional hotel. Sejumlah hotel bahkan mulai mengurangi shift karyawan sebagai bentuk penghematan. Handi menyebut, bila tren penurunan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi.
"Sekarang memang belum ada laporan resmi PHK, tapi kan gak boleh dibiarkan terus turun begini," imbuhnya.
Dari sisi karakteristik, hotel-hotel di Kota Malang terbagi dua. Ada hotel wisata dan ada pula hotel konvensi yang menggantungkan pendapatan dari kegiatan lembaga pemerintahan dan BUMN. Namun menurutnya, sejak awal 2025, puluhan kegiatan dari instansi tersebut telah dibatalkan imbas kebijakan efisiensi, sehingga hotel konvensi menjadi salah satu yang paling terdampak.
Lebih lanjut, selain sektor perhotelan, sektor properti juga mengalami perlambatan. Penurunan ini tercermin dari melemahnya penerimaan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Menurut Handi, pengembang mengeluhkan turunnya daya beli masyarakat yang menyebabkan transaksi rumah mengalami penurunan.
"Kalau sebelumnya rata-rata bisa 100 transaksi per hari, sekarang hanya sekitar 70-an. Ini bukan karena efisiensi, tapi karena daya beli masyarakat yang menurun," jelasnya.
Dengan kondisi ini, Handi memperkirakan target PAD tahun 2025 berpotensi tidak tercapai. Ia menyebut, bila tidak ada langkah korektif dalam waktu dekat, maka dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) mendatang perlu dilakukan penyesuaian ulang terhadap proyeksi pendapatan.
Sebagai solusi, Handi juga mendorong Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) serta Badan Promosi Pariwisata Kota Malang, untuk lebih intens berkolaborasi dengan pelaku usaha, termasuk Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
"Kalau ini dibiarkan, proyeksi target PAD di PAK bisa turun. Makanya saya bilang tadi, harus ada intervensi dari Pemda," pungkasnya. (*)
Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi